Negara (ANTARA News) - Sebuah gundukan di tengah laut yang memisahkan Pulau Jawa dengan Bali masih misterius, dan nelayan Desa Pengambengan, Bali, menyebutnya sebagai takat deken atau perairan penuh karang yang dangkal, tapi ada yang mengira itu gunung.

Dari cerita beberapa nelayan, di lokasi gundukan itu meski berada di tengah laut, saat air surut ketinggian airnya bisa hanya sebetis.

Tapi gundukan yang bila ditempuh dari Pengambengan memakan waktu 2 sampai 3 jam itu juga memunculkan kecemasan bagi warga. Mereka khawatir gundukan itu adalah gunung berapi.

Saihu, salah satu warga Desa Pengambengan mengatakan, banyak warga yang menduga jika gundukan itu adalah gunung.

Dugaan tersebut muncul karena bentuk gundukan tersebut mengerucut seperti pucuk gunung. Perairan yang dangkal itu kira-kira seluas 1 hektare.

Hanya bagian itu yang dangkal, sementara di sekitarnya merupakan perairan dalam. "Pernah ada nelayan yang coba mengukurnya dengan tali sepanjang 100 meter tapi tidak mencukupi untuk sampai ke dasar," kata Saihu.

Meski sampai saat ini gundukan itu tidak menunjukkan aktivitas sebagai gunung berapi, belakangan mereka khawatir ketika banyak gunung berapi di tanah air aktivitasnya meningkat, bahkan Merapi dan Krakatau sudah meletus.

Menurut Saihu, kekhawatiran paling besar dirasakan beberapa warga yang yakin gundukan itu adalah gunung. "Beberapa warga bilang, kalau takat deken itu meletus bisa habis Pengambengan ini," ujar Saihu.

Meski banyak mendengar dugaan tetangganya tentang takat deken sebagai gunung berapi, Saihu sendiri belum sepenuhnya yakin.

"Saya sendiri antara percaya dan tidak, tapi banyak orang-orang tua yang percaya gundukan itu gunung," katanya.

Sebagai warga masyarakat, Saihu minta pemerintah meneliti dan memberikan penjelasan kepada warga, apa sebenarnya gundukan tersebut.

"Kalau memang itu hanya semacam karang atau pun bukit di bawah laut, kami bisa tenang. Tapi kalau benar-benar gunung, kami juga bisa hati-hati. Pemerintah harus memberikan penjelasan biar warga tidak menduga yang bukan-bukan," jelas Saihu.

(ANT/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010