Mentawai (ANTARA News) - Roda helikopter Mi-17 milik TNI-AD belumlah menyentuh tanah, pun baling-balingnya masih berputar kuat di atas bumi menyapu air dan lumpur untuk kemudian mengangkatnya ke udara kuat-kuat.
Tapi ratusan pengungsi tsunami Dusun Bulusat, Pagai Selatan, Mentawai, tanpa alas kaki dan bertelanjang dada sudah belarian menuju satu ladang lumpur bekas terjangan tsunami ke mana Mi-17akan mendarat.
Dari balik jendela helikopter, wajah-wajah yang kembali bersemangat terlihat jelas.
Mereka berlarian dengan cepatnya ke arah helikoper yang mesinnya masih menderu.
Orang-orang bertelanjang dada itu sama sekali tak menghiraukan angin kencang dari tiupan baling-baling heli yang bisa membuat tubuh mereka terhuyung-huyung, bahkan terbanting.
Mereka itu pemuda, bapak-bapak, bahkan anak-anak. Kaki telanjang mereka nampak dipaksakan untuk berlari sekencangnya meski dalam beberapa hari kekurangan makan.
Dari atas helikopter para personil TNI-AD membuka pintu dan bersiap menurunkan bantuan berupa bahan makanan dan logistik lainnya.
Belum juga menyentuh tanah, bahan makanan itu langsung diraih tangan-tangan para korban yang penuh harap mendapatkan kebutuhan secepatnya demi menyambung hidup mereka.
Beberapa di antara mereka saling berebut hingga mengoyakkan kardus pembungkus bahan makanan. Isi kardus berupa mie instan pun tumpah dan berserakan di tanah berlumpur.
Hanya sejenak menyentuh tanah, mie instan-mie instan berbungkuskan plastik itu berpindah tangan ke para korban tsunami yang berebut memungutnya.
Dalam hitungan menit, bantuan ludes. Ada yang memperoleh banyak, ada yang hanya mendapat sedikit, bahkan ada yang sama sekali tidak mendapat apa-apa.
Yang jelas, sebagian besar wajah-wajah itu tampak ceria karena bantuan yang lama mereka tunggu telah tiba. Bantuanhsempat tertunda-tunda karena kapal yang akan membawanya gagal berlayar karena cuaca buruk di perairan laut Mentawai.
Cuaca buruk
Adalah cuaca buruk seperti telah diprediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang menjadi faktor urungnya kapal-kapal berlayar menyalurkan bantuan kepada korban tsunani di dusun-dusun terpencil.
BMKG memprediksi hujan curah tinggi dan gelombang besar akan terjadi di perairan Mentawai, dan itu bisa mengganggu pelaksanaan tanggap darurat pascagempa dan tsunami Mentawai.
"Kita sudah terima laporan dari BMKG yang menyebutkan prediksi cuaca buruk di perairan Mentawai pada tanggal 30 dan 31 Oktober hingga 1 dan 2 November 2010," kata Kepala Badan Nasional Penanggulanggan Bencana (BNPB) Syamsul Muarif.
Prediksi BMKG itu menyebutkan, akan terjadi hujan berintensitas tinggi dan gelombang laut hingga enam meter yang membahayakan pelayaran ke Pulau Pagai, salah satu kawasan terparah dihantam tsunami.
Faktanya, cuaca buruk memang telah menghalangi terkirimnya bantuan melalui laut ke daerah terkena tsunami Mentawai. Akibatnya korban selamat dan pengungsi mesti menunggu lama bantuan, padahal itu penting dalam menyambung hidup mereka.
Sejumlah warga mengatasi soal ini dengan memakan keladi dan buah pisang dari kebun-kebun yang luput dari terjangan tsunami.
Dusun-dusun yang minim bantuan itu umumnya ada di pesisir pantai barat Mentawai yang menghadap langsung Samudera Hindia. Gelombang di pantai ini bisa mencapai enam meter.
Mengkhawatirkan cuaca buruk yang menyertai pelayaran, Wakil Gubernur Sumatera Barat Muslim Kasim, memutuskan distribusi bantuan bahan makanan dan logistik lainnya melalui laut dihentikan sementara, diganti lewat udara dengan helikopter.
Delapan helikopter TNI-AD, TNI-AL, Basarnas dan PMI disiagakan di Sikakap untuk menyalurkan bantuan ke para korban yang mengungsi di wilayah sulit terjangkau.
Yang pertama
Salah satu dari delapan helikopter itu telah mendarat di Dusun Bulasat. Heli ini telah ditunggu lama oleh ratusan warga pengungsi yang selamat dari terjangan tsunami Mentawai Senin pekan lalu.
Begitu heli Mi-17 berhasil menembus daerah terisolir itu, untuk kemudian sampai di tengah ratusan orang yang mengungsi ini, para korban berbondong-bondong mengambil bantuan bahan makanan dan logistik yang diturunkan heli itu.
Lapar dan terkurung membuat mereka agak menyepelekan risiko. Bagaimana tidak, mereka terpaksa menahan badan dari angin kencang yang ditimbulkan baling-baling helikopter buatan Rusia itu, asalkan bantuan secepatnya mereka genggam.
Tidak jarang, mereka berebutan saat barang diturunkan dari helikopter. Barang yang telah didapat, langsung mereka panggul atau gotong, menjauhi helikopter.
Ismail, salah seorang di antara pengungsi-pengungsi itu menuturkan, sampai bantuan yang diangkut Mi-17 itu datang, tidak ada secuil pun bantuan yang sampai ke daerahnya.
"Kami sangat membutuhkan bantuan, setelah lama menunggu dan tahu distribusi terhalang cuaca buruk di laut. Karena itu, kami menunggu kedatangan helikopter yang membawa bantuan," kata Ismail.
Sebelum bantuan itu sampai ke wilayah mereka, para pengungsi bertahan dengan sisa makanan yang ada dan dari kebun-kebun yang tidak terkena tsunami.
Dusun Bulasat dihuni 313 orang. Setelah gempa 7,2 Skala Richter yang diikuti tsunami Senin akhir Oktober itu, 299 dari 313 orang tersebut terpaksa mengungsi. Tidak ada data mengenai 14 orang lainnya. (*)
H014/AR09
Oleh Hendra Agusta
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010