Jakarta (ANTARA News) - Adik mantan Presiden Soeharto, Probosutedjo, menyatakan bahwa pihak keluarga menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah mengenai layak tidaknya gelar pahlawan nasional bagi presiden RI ke-2 itu.
"Bagi kami, Pak Harto (Soeharto) lebih dari pahlawan. Tidak ada duanya. Kalau gelar pahlawan nasional, keluarga dalam hal ini terserah pemerintah mau kasih gelar atau tidak. Tapi yang jelas perjuangannya sudah jelas. Pak Harto bukan hanya berjuang mengusir penjajah saja tapi juga melakukan pembangunan," katanya di Jakarta, Rabu.
Keluarga tidak mengusulkan Soeharto untuk menjadi pahlawan nasional, meski memiliki hak. Menurut dia, usulan Soeharto menjadi pahlawan nasional datang dari masyarakat yang menilai jasa-jasa Soeharto selama ini memang layak untuk dihargai.
"Saya kira sudah jelas pengorbanan Pak Harto terhadap negeri ini, terhadap rakyat Indonesia. Pahlawan atau tidak, tergantung pada manusia-manusia yang masih hidup ini, kalau Pak Harto sudah masa bodoh itu, Pak Harto sudah meninggal. Bangsa yang besar, bisa menghormati jasa para pemimpinnya," katanya.
Menurut dia, masalah gelar pahlawan nasional tergantung kepada pejabat-pejabat yang menilai saat ini dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Ia mengatakan, banyak opini yang tidak benar disuarakan oleh banyak aktor setelah Soeharto lengser. "Misalnya soal kekayaannya yang katanya ada di Swiss, ternyata tidak ada, tapi sayang sampai sekarang pemerintah tidak mau mengumumkan berapa harta kekayaan Soeharto," katanya.
Ia mengatakan, pihak keluarga akan membuat museum Jenderal Soeharto di rumah mantan presiden tersebut untuk memberikan informasi yang benar kepada masyarakat umum.
"Agar semua orang tahu, Pak Harto itu seperti apa," katanya.
Kementerian Sosial sebelumnya telah menyerahkan sepuluh nama sebagai calon untuk memperoleh gelar pahlawan nasional kepada Dewan Gelar, Tanda Kehormatan, dan Tanda Jasa.
Ke 10 nama tersebut adalah mantan Gubernur DKI Ali Sadikin dari Jawa Barat, Habib Sayid Al Jufrie dari Sulawesi Tengah, mantan Presiden HM Soeharto dari Jawa Tengah, mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid dari Jawa Timur.
Andi Depu dari Sulawesi Barat, Johanes Leimena dari Maluku, Abraham Dimara dari Papua, Andi Makkasau dari Sulawesi Selatan, Pakubuwono X dari Jawa Tengah, dan Sanusi dari Jawa Barat.
(M041/B010)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010