Sleman (ANTARA News) - Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Surono menyatakan ancaman bahaya dari Gunung Merapi jangan diremehkan meski aktivitas erupsi sudah menurun.
Dalam paparannya kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di posko utama Merapi, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Rabu, Surono mengatakan aktivitas erupsi yang menurun tetap mengeluarkan awan panas dengan jangkauan yang justru lebih panjang hingga 3-4 kilometer.
"Seperti yang kita lihat terjadi pagi ini," ujar Surono.
Pada Rabu pagi, Merapi kembali mengeluarkan awan panas ke arah selatan menuju Kali Gendol.
Selain bahaya awan panas, Surono menjelaskan, Merapi yang masih berstatus awas kini menyimpan banyak deposit material serta lahar dingin yang bisa meluncur sewaktu-waktu.
Untuk itu Surono memperingatkan warga lereng Merapi untuk tetap berada di pengungsian dan jangan dulu kembali beraktivitas di dusun masing-masing.
Ia juga mengimbau aktivitas pengambilan batu dan pasir dihentikan dulu karena lahar dingin di sepanjang alur sungai bisa saja meluap tak terkendali.
"Saya berharap semua pihak sabar sampai Merapi ke status waspada atau siaga," ujar Surono.
Namun, ia juga meminta agar pemberitaan bahaya Merapi jangan terlalu berlebihan karena radius rawan bahaya masih pada jarak 10 kilometer dari puncak Merapi.
"Saya mohon jangan terlalu berlebihan, Yogyakarta itu kota wisata. Kalau isunya sampai 20-30 kilometer, kasihan wisatawan yang batal," ujarnya.
Usai mendengarkan paparan dari Surono dan Gubernur DIY Sultan Hamengkubuwono X, Presiden Yudhoyono beserta rombongan menuju ke Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Presiden mengunjungi posko pengungsian di Desa Dompol, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, yang ditempatkan di sebuah gedung sekolah.
Di hadapan ratusan pengungsi, Presiden kembali mengulang imbauan agar mereka menaati semua peringatan yang disampaikan pemerintah tentang bahaya letusan Merapi.
Presiden juga meminta mereka bersabar serta memaklumi kondisi penampungan sementara dalam keadaan darurat.
(D013/A024)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010