Amlapura (ANTARA News) - Lukisan Dewi Saraswati di atas daun lontar di Desa Wisata Tengangan Penggringsingan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali sangat diminati wisatawan mancanegara.
"Lukisan di atas daun lontar Dewi Saraswati, simbul ilmu pengetahuan selama ini paling banyak diminati wisatawan asing untuk dijadikan koleksi, " kata I Made Rumbang, salah seorang perajin lontar di kawasan itu.
Selain lukisan Dewi Saraswati, kata Rumbang, lukisan cerita Mahabrata dan Ramayana juga diminati wisatawan.
Ia mengaku, untuk satu karya seni yang dilukis dengan kemiri atau kacang tanah yang telah dibakar itu dijual bervariasi dari Rp Rp70.000 hingga Rp 1 juta.
"Kalau lukisan bertema Mahabrata dan Ramayana itu dijual lebih mahal, karena proses pembuatannya membutuhkan waktu lebih dari seminggu," ujarnya.
Perajin lainnya, I Wayan Tumben mengaku, karya lukis di atas daun lontar mulai berkembang sekitar tahun 1960 yang dirintis I Made Mudita Dana.
"Kalau saya sendiri baru menggeluti kerajinan lontar sekitar tahun 90-an silam, " ujarnya.
Bahan baku untuk menulis atau melukis di atas daun lontar diperoleh dari pengepul yang datang ke Tenganan. Biasanya daun lontar yang dibeli sudah dikeringkan dan diawetkan.
"Pengepul yang sering datang ke sini, jika kita sangat membutuhkan tidak jarang kita harus mencarinya, " ujarnya.
Biasanya daun lontar itu didatangkan dari wilayah Tumbu, Padangkerta maupun wilayah Sidemen, Kabupaten Karangasem.
"Menyangkut harga, ini tergantung dari ukuran lontar, dan panjang ukuran yang biasa digunakan sekitar 30 hingga 40 cm, " katanya.
Ia mengatakan, harga satu lembar daun lontar biasanya Rp4.000 dengan ukuran panjang 40 cm, namun jika di Kabupaten Karangasem, harga daun lontar untuk ditulis bisa mencapai Rp10.000 perlembar.
Diakui, karya seni di atas daun lontar cukup diminati wisatawan, sehingga tidak mengherankan, jika karya seni itu banyak digeluri masyarakat setempat.
Meskipun banyak perajin, tidak merasa khawatir karya seninya itu dibajak atau ditiru, mengingat tidak mudah seseorang bisa meniru hasil karya orang lain.
Hal itu akibat setiap goresan perajin memiliki perbedaan, sehingga sulit untuk menirunya.
Ditambahkan, membajak hasil kerajinan orang sama dengan belajar dari awal. "Yang bisa dilakukan hanya mengembangkan motif saja, kalau membajak karya sangat susah," ujarnya.(*)
(ANT-199/I006/IR009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010