"Upaya pemulihan kejiwaan warga harus dilakukan sedini mungkin karena pemulihan kondisi kejiwaan membutuhkan waktu yang lama, apalagi bagi mereka yang menyaksikan peristiwa tsunami dan melihat para korban," ujar anggota Himpunan Psikologi Seluruh Indonesia (HIPSI) Sumatera Barat Rozi Sastra Purna di Padang, Selasa.
Menurut Rozi, menghilangkan rasa trauma yang dialami warga bumi "sikkerei" tersebut membutuhkan waktu yang lama, terutama bagi individu yang kehilangan keluarga atau sanak saudaranya.
Dalam penanganan trauma masyarakat, kata dia, beberapa faktor yang harus dilihat antara lain usia, tingkat pendidikan, dan hal-hal yang mereka saksikan ketika gempa 7,2 SR disertai tsunami terjadi di Mentawai, 25 Oktober 2010.
Ia menilai, bencana yang dilihat dan dirasakan langsung oleh warga di Kebupaten Kepulauan Mentawai tersebut tidak akan mudah dilupakan oleh masyarakat baik orang dewasa maupun anak-anak.
"Penyembuhan para korban memang memerlukan waktu yang relatif lebih lama dan didahului dengan analisis jenis dan tingkat keparahan sesuai urgensinya terlebih dahulu, apalagi masyarakat di sana menyadari mereka tinggal di kawasan rawan bencana," katanya.
Susahnya menghilangkan trauma bagi masyarakat Mentawai, menurutnya, dikarenakan warga setempat mengetahui mereka tinggal di daerah yang dekat dengan laut dan potensi terjadinya tsunami sangat tinggi.
"Bagaimana pun juga pemulihan trauma bagi masyarakat Mentawai sangat dibutuhkan, sehingga perlu peran serta pemerintah serta tim yang berkompeten untuk mengembalikan keceriaan masyarakat di sana," katanya.
Hal yang sama juga diungkapkan Bupati Kabupaten Kepulauan Mentawai Edison Saleleubaja, yang menyatakan warganya saat ini tidak hanya membutuhkan bantuan berupa makanan dan obat-obatan.
"Mereka juga membutuhkan bantuan psikolog untuk menghilangkan trauma terutama anak-anak yang berpotensi mengalami depresi akibat kejadian tersebut," ujarnya.(*)
(ANT-266/R014/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010