Semarang (ANTARA News) - Aktivitas vulkanik Gunung Merapi pada Selasa pagi hingga petang menurun, namun beberapa kali semburan awan panasnya sepanjang hari ini menunjukkan kondisi gunung ini mengkhawatirkan.
Pada Selasa sore, Merapi tercatat dua kali menyemburkan awan panas dari puncaknya yang lebih besar dibandingkan Selasa pagi meski tidak sampai menimbulkan kepanikan warga Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Menurut petugas pemantau Gunung Merapi Pos Krinjing Kecamatan Dukun, Yulianto, dua kali semburan Selasa sore itu tidak disertai dengan letusan yang terdengar hingga pos pemantauan.
Kekuatan semburannya juga lebih kecil dibandingkan letusan Senin (1/11) pagi. Sampai saat ini status Merapi masih Awas, level tertinggi tingkat bahaya letusan gunung.
Meskipun Merapi terus mengeluarkan awan panas, seperti hari biasanya, ribuan pria dewasa pengungsi Selasa pagi menuju ke dusun tempat tinggal, mencari pakan ternak dan merawat hewan yang jadi aset penting bagi para petani.
Bagi para pengungsi, setiap pagi kembali ke dusun merupakan keharusan meski membahayakan. Karena, tanpa ada pasokan makanan, ternak mereka yang selamat dari semburan awan panas, bisa sekarat lalu mati kelaparan.
Oleh karena itu, meskipun kepergian mencari pakan ternak itu berisiko, sebagian besar pria pengungsi tetap kembali ke dusun, mencari hijauan makanan ternak dengan segala risiko bisa terkena semburan Merapi yang sewaktu-waktu menggelegak lalu mengeluarkan kadungan materialnya yang meluncur hingga beberapa kilometer ke daerah rawan bencana.
Risiko itulah yang juga harus dihadapi sejumlah warga Desa Krinjing yang berada di tempat pengungsian Desa Sewukan, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Mereka, Selasa pagi, dari lokasi pengungsian menuju dusun masing-masing untuk mencari pakan ternak.
Warga memang waspada terhadap ancaman semburan Merapi. Karena itu di sepanjang perjalanan menuju dusun, mereka terus mengamati puncak Gunung Merapi, yang pagi itu masih terus mengeluarkan asap dari kepundannya.
Ada warga yang berjalan kaki menuju dusun, mengendarai sepeda motor, dan ada pula kelompok warga yang pulang kampung dengan menumpang bak truk. Semuanya satu maksud, mencari pakan ternak dan mengurus hewan atau merawat tanaman.
Iswanto, warga Desa Krinjing, terlihat mencari rumput di Kali Senowo yang aliran airnya berhulu di Merapi, di dekat Cek Dam Sabo Muntuk, Desa Krinjing, untuk pakan sapinya .
"Rumput ini untuk pakan sapi. Saya punya satu ekor. Biasanya juga mencari rumput kalanjana di sini," katanya ketika ditemui di kawasan Cek Dam Sabu Muntuk.
Ia tampak beberapa kali menengok ke arah puncak gunung saat Merapi mengeluarkan awan panas kecil sekitar pukul 06.22 WIB.
Beberapa orang lainnya terlihat berjalan kaki melewati jalan berbatu menuju alur kali itu antara lain untuk mencari rumput. Warga lainnya membawa alat semprot tanaman untuk menggarap pertanian holtikultura mereka di kawasan itu.
Warga Desa Mangunsoko, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, di kawasan aliran Sungai Senowo, Suharto, mengatakan, sebagian besar warga setempat saat ini telah meninggalkan desa itu untuk mengungsi.
"Hanya sebagian kecil terutama laki-laki yang masih tinggal untuk menjaga rumah dan mencari rumput untuk ternak," katanya.
Balita
Ratusan anak bawah lima tahun di sejumlah tempat pengungsian di wilayah Kabupaten Magelang, membutuhkan susu dan makanan bayi karena tidak ada alokasi kebutuhan ini dari pemerintah setempat.
Di tempat pengungsian Desa Ketunggeng dan Desa Banyudono Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Selasa, tersebut terdapat ratusan balita yang masih membutuhkan asupan susu dan makanan bayi.
Sekretaris Desa Ketunggeng, Hamid, mengatakan selama ini memang ada bantuan dari beberapa donor dari lembaga atau yayasan tertentu yang menyalurkan bantuan berupa susu atau makanan bayi, tetapi jumlahnya terbatas.
"Kalau untuk satu dua hari memang cukup, tetapi kalau untuk beberapa hari ke depan memang persediaan tidak mencukupi," katanya.
Jumlah pengungsi di desa tersebut sebanyak 896 keluarga atau 2.826 jiwa, mereka berasal dari tiga dea, yakni Kalibening 816 keluarga, Sumber 34 keluarga, dan Wates 46 keluarga. Tempat pengungsian mereka di aula balai desa, SD Negeri 1 dan SD Negeri 2 Ketunggeng, MI Ketunggeng, dan beberapa rumah penduduk.
Dari jumlah pengungsi tersebut terdapat 224 balita, wanita hamil 20 orang, lansia 227 orang, jompo 84 orang. Dari sejumlah balita itu terdapat bayi yang masih membutuhkan makanan tambahan dan susu.
Menurut dia, di pengungsian desa tersebut juga belum ada peralatan dapur yang memadai. Selama ini menggunakan peralatan dapur milik warga yang ukurannya tidak standar untuk memasak dalam jumlah besar.
"Selama ini, untuk memasak menggunakan kayu bakar. karena persediaan kayu bakar habis maka kami minta pada masyarakat pengungsi untuk membawa kayu bakar," katanya.
Tempat pengungsian di Desa Banyudono, Kecamatan Dukun, untuk kebutuhan susu dan makanan bayi juga masih kurang.
Sekretaris Desa Banyudono, Ambar Sukiswo, mengatakan, memang ada bantuan susu dan makanan bayi tetapi dari pihak swasta, sedangkan dari pemkab hanya logistik berupa beras dan dana lauk pauk.
"Kalau bicara kebutuhan hari ini memang cukup, tetapi kebutuhan ke depan atau nanti pascamengungsi mereka mau makan apa, karena di rumah tidak mempunyai persediaan makanan dan selama mengungsi mereka tidak mempunyai penghasilan," katanya.
Dari Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soeroyo Kota Magelang, diperoleh laporan saat ini merawat seorang pasien pengungsi Gunung Merapi yang kambuhan gangguan jiwa.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Hukum RSJ Prof. dr. Soeroyo Kota Magelang, Syaiful, pasien itu berasal dari salah satu lokasi pengungsian di Kecamatan Srumbung.
Pasien itu, katanya, pernah menjalani perawatan di RSJ setempat beberapa waktu lalu dan setelah sembuh boleh pulang ke rumahnya.
Ia menyatakan, pasien itu tidak mengalami stres saat di pengungsian, tetapi memang kambuhan. "Bukan karena stres, tetapi memang kambuhan," katanya.
Laporan yang diterima dari Tim Penanggulangan Bencana Bidang Penanganan Trauma RSJ Prof. dr. Soeroyo Magelang, katanya, antara lain menyebutkan bahwa bencana letusan Merapi meninggalkan trauma bagi anak dan orang tua.
Pemerintah Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, mengirim puluhan relawan untuk melayani kebutuhan warga kawasan Gunung Merapi di Kabupaten Magelang yang mengungsi di berbagai lokasi yang aman dari kemungkinan letusan susulan gunung berapi itu.
"Mereka dikirim untuk membantu warga Merapi yang sedang menghadapi musibah letusan gunung itu," kata Bupati Kebumen, Buyar Winarso, di Kebumen, Selasa.
Tim relawan itu dipimpin oleh Koordinator Tim Siaga Bencana Kabupaten Kebumen yang juga Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Pemkab Kebumen, dr Rini Khristiani.
Ia mengharapkan, pengiriman relawan ke lokasi pengungsian warga Merapi di Kabupaten Magelang itu mendorong kalangan masyarakat setempat lainnya untuk mengulurkan bantuan kepada mereka.
Presiden
Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono beserta rombongan singgah di Kota Semarang, sebelum mengunjungi korban letusan Gunung Merapi di sejumlah tempat pengungsian.
Presiden SBY tiba di Bandara Ahmad Yani Semarang, Selasa, sekitar pukul 15.15 WIB menggunakan pesawat kepresidenan Garuda Indonesia. Menurut rencana, Presiden akan mengunjungi pengungsi di Jateng pada Rabu (3/11).
Sejumlah pejabat negara seperti Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, Kapolri Jenderal Timur Pradopo tampak mendampingi Presiden SBY.
Menurut rencana, Presiden SBY akan melanjutkan perjalanan ke Kota Magelang, Jawa Tengah, dan Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta menggunakan jalur darat.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, sebelum melanjutkan perjalanan, Presiden mendengarkan paparan dari Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo di aula bandara tentang kondisi terakhir di lapangan pascaletusan Gunung Merapi.
Presiden beserta rombongan terlihat meninggalkan Bandara Ahmad Yani Semarang menuju lokasi pengungsian korban letusan Gunung Merapi pukul 16.15 WIB. (*)
A030/M028
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010