Jakarta (ANTARA) - Praktisi kesehatan sekaligus relawan COVID-19 dari Universitas Gadjah Mada, dr. Muhamad Fajri Adda'i mengungkapkan reaksi yang bisa terjadi usai seseorang mendapatkan suntikan vaksin COVID-19 Moderna dan ini dia harapkan tak menimbulkan ketakutan berlebihan.
Vaksin Moderna rencananya digunakan untuk rakyat Indonesia dan secara khusus digunakan sebagai booster suntikan bagi para tenaga kesehatan di tanah air.
"Ini bukan menakut-nakuti namun memberikan pemahaman yang baik terhadap reaksi vaksinasi. Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda jadi tidak bisa disamaratakan," kata Fajri melalui pesan elektroniknya, dikutip Minggu.
Baca juga: Hal yang perlu diperhatikan sebelum dan sesudah terima vaksin Moderna
Reaksi yang dialami setiap orang usai vaksinasi bisa berbeda, tergantung presentase masing-masing gejala, antara lain demam, tidak enak badan, kelelahan, muncul ruam dan nyeri.
Data studi yang dipublikasikan dalam jurnal JAMA pada 5 April 2021 memperlihatkan pada sekitar 2 juta orang di Amerika Serikat yang disuntik Moderna, sekitar 70 persen akan merasa nyeri, lalu sebanyak 7,4 persen mengalami kemerahan, bengkak (13,6 persen) dan gejala sistemik 51,7 persen.
Selain itu, ada juga gejala kelelahan (32,5 persen), sakit kepala (26,9 persen), myalgia atau nyeri otot (21,3 persen), panas dingin (10,3 persen), demam (10 persen), sakit sendi (9,8 persen), mual (8,1 persen), muntah (0,8 persen), diare (5,4 persen) dan nyeri perut (3,2 persen).
Dia mencontohkan, bila 1,2 juta orang tenaga kesehatan yang disuntik vaksin Moderna, maka akan ada 70 persen dari jumlah ini atau 840.000 orang yang akan mengeluhkan nyeri. Sementara untuk gejala sistemik akan dialami sebanyak 620.000 orang, kelelahan 390.000 orang dan ruam pada 88.800 orang.
Selain itu, menurut studi dalam jurnal JAMA Oncolgy, ada juga reaksi limfonodi yakni pembesaran pembuluh kelenjar getah bening, misalnya di ketiak pada laki-laki. Kasusnya sekitar 1-5 persen pada mereka yang disuntik vaksin Moderna dosis pertama.
"Vaksin ini jalan ditangkap di limfonodi, membentuk imunitas itu di memang di limfonodimaka dia bengkak. Itulah mengapa Inggris sudah memberitahu (bengkak) bisa sampai 10 hari atau bahkan lebih. Tetapi ini jarang," kata Fajri.
Baca juga: Vaksin Moderna disebut tetap manjur 4-6 bulan usai dosis kedua
Fajri sendiri sudah mendapatkan suntikan pertama vaksin ini pada Jumat (6/8) lalu. Dia mengatakan, 12 jam pertama belum merasakan reaksi apapun. Pada 14 jam usai divaksin, barulah muncul sumeng dan panas dingin yang bisa ditahan. Setelah 24 jam usai divaksin, kondisinya membaik tetapi dua jam kemudian mengalami panas dingin dan malaise atau lelah dan tidak enak badan.
"28 jam setelah divaksin tidak tahan, akhirnya minum obat, lumayan. Tangan nyeri-nyeri karena reaksi lokal inflamasi dikompres dingin lumayan," tutur dia.
"Sehingga menjadi penting untuk mengatur jadwal vaksinasi yang tepat agar tidak bersama-sama merasakan KIPI ini lalu mengganggu pelayanan (seperti yang pernah terjadi di Swedia denga vaksin Pfizer)," sambung Fajri.
Tentang miokarditis usai divaksin
Beberapa waktu lalu, badan regulator obat-obatan Eropa menemukan kemungkinan hubungan peradangan jantung langka dan vaksin berbasis messenger RNA (mRNA), salah satunya Moderna.
Menanggapi temuan ini, menurut Fajri, kejadian miokarditis seperti ini sangat kecil yakni 26 : 1.000.000. Kasus yang tercatat pun terjadi 4 hari setelah divaksin sehingga sebaiknya hindari olahraga berat di minggu-minggu pertama usai divaksin.
Hal senada diungkapkan, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Perkumpulan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), dr. Vito A. Damay Sp.JP(K)., M.Kes., FIHA., FICA, FAsCC.
Dia, melalui keterangannya, juga mengatakan, kemungkinan kejadian miokarditis sangat kecil dan jarang usai seseorang mendapatkan vaksin COVID-19 yang berbasis mRNA.
COVID-19 sendiri menyebabkan miokarditis. Secara keseluruhan, orang yang mengalami COVID-19 punya risiko mengalami miokarditis sebesar 2,3 persen.
Sementara orang yang berisiko terkena miokarditis setelah disuntik vaksin COVID-19 berbasis mRNA hanya sekitar 0,000 sekian persen.
"Tenang saja, ini kecil sekali kemungkinannya, jarang. Karena itu tetaplah percaya diri vaksinasi ini manfaatnya jauh melebihi efek sampingnya," kata Vito.
Baca juga: Kemenkes beri izin ibu hamil divaksin COVID-19
Tips redakan gejala dan usai divaksin
Untuk meredakan gejala seperti demam, Pihak Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) menyarankan Anda banyak minum dan tidak mengenakan pakaian terlalu tebal. Sementara untuk nyeri, Anda bisa melakukan kompres dingin atau menggerakkan lengan yang nyeri.
Bila nyeri tak tertahankan, Anda bisa meminum obat seperti Paracetamol. Tetapi bila masih bisa ditahan, sebaiknya Anda tahan karena obat-obatan anti-inflamasi bisa mempengaruhi respon imun.
Menurut Fajri, sebagai salah satu vaksin COVID-19 terbaik (efikasi 94,1 persen), Moderna juga memicu respon tubuh yang cukup kuat sekaligus antibodi tertinggi dibanding vaksin lain.
Kemudian, bila ada kecurigaan sesak napas, dada berdebar-debar, nyeri dada sebaiknya konsultasikan ini pada dokter jantung agar Anda segera mendapatkan penanganan.
Selain itu, setelah divaksin lakukan pola hidup sehat, seperti istirahat cukup dan konsumsi makanan serta minuman yang bergizi seimbang, tidak begadang hingga beberapa minggu ke depan, tidak merokok, meminum minuman beralkohol.
Fajri mengingatkan, pembentukan imunitas optimal membutuhkan waktu hingga satu bulan usai vaksinasi dosis pertama Moderna, walau ini bervariasi masing-masing individu. Oleh karena itu, terapkanlah pola hidup sehat minimal selama itu baik pada dewasa muda maupun lansia.
Baca juga: Pemerintah tanggung biaya penanganan KIPI dalam vaksinasi berbayar
Baca juga: IDAI Jakarta: Tak banyak ditemukan KIPI vaksinasi COVID-19 pada anak
Baca juga: Ketua PB IDI: Gunakan pereda nyeri jika alami KIPI ringan usai vaksin
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021