Namun yang harus dipantau oleh pemerintah itu adalah level kemandirian masyarakat untuk dia disiplin prokes

Surabaya (ANTARA) - Upaya percepatan penanganan pandemi COVID-19 di Kota Surabaya, Jawa Timur tidak lepas dari peran seluruh elemen masyarakat, salah satunya perangkat rukun tetangga (RT) di masing-masing kelurahan.

Mereka memiliki peran penting dalam memutus mata rantai penyebaran kasus COVID-19 di masing-masing wilayah. Bahkan, pengorbanan dan kerja kerasnya demi menyelamatkan dan melindungi warga, sudah tidak perlu diragukan lagi.

Seperti yang dialami Ketua RT02/RW08, Kelurahan Genteng, Kecamatan Genteng, Syahri. Syahri mengaku suka duka menjadi RT selama bertahun-tahun baru dirasakannya sejak pandemi COVID-19.

Saat ini, setiap pagi ia bersama anggota Satgas Kampung Tangguh Wani Jogo Suroboyo di tingkat RT memiliki kegiatan rutin yang tidak bisa ditinggalkan, yakni memanggil warga agar keluar rumah untuk berjemur.

Kebiasaan itu menjadi kewajiban, sebagai salah satu ikhtiar dalam memutus mata rantai penyebaran COVID-19 di wilayah tersebut. Pihaknya juga membantu menyalurkan sembako bagi warga yang terpapar COVID-19.

Bahkan, sebagian warga juga mencarikan obat maupun vitamin secara swadaya bagi warga yang menjalani isolasi mandiri di rumahnya.

"Seluruh masyarakat di wilayah RT saya ikut berperan apabila ada tetangganya yang terpapar," kata dia.

Untuk memutus laju penyebaran virus di wilayah itu, ada strategi khusus yang dilakukannya. Ia mengurai salah satu anggota Kampung Tangguh Wani Jogo Suroboyo ada yang berprofesi sebagai perawat.

Untuk itulah, apabila ada warga yang merasa badannya mulai tidak fit, maka langsung dites cepat antigen oleh perawat tersebut. Setelah itu, jika positif maka langsung dilaporkan kepada puskesmas terdekat.

Untuk tes cepat antigen, Syahri mengatakan bahwa warga urunan membeli alat tes cepat antigen. Apabila warga itu positif, langsung dilaporkan ke puskesmas untuk mendapat perawatan medis. Upaya mempercepat deteksi dini itu mendapat dukungan warga setempat.

Alhasil, dari 14 kepala keluarga yang terpapar COVID-19, semuanya sudah dinyatakan negatif dan kembali berkegiatan seperti semula. Hal yang tampak menarik, hingga saat ini di RT02 yang terdiri atas 75 KK itu, tidak ada satu pun yang terkonfirmasi positif alias nol kasus. Situasi saat ini sudah kondusif.

Baca juga: Kodam V/Brawijaya kerahkan Babinsa bantu warga isoman

Syahri bercerita bahwa dahulu, saat awal pandemi pada 2020, ia sempat pernah mengejar warga yang positif sampai pasar. Ia warga tersebut pulang ke rumahnya.

"Waktu itu isolasinya masih di rumah bagi warga yang tanpa gejala. Itu yang tidak pernah saya lupakan," katanya.

Hal yang serupa juga dialami Ketua RT17/RW12 Kelurahan Mojo, Kecamatan Gubeng Aminullah. Ia menceritakan berbagai pengalaman lebih dari satu tahun terakhir memimpin penanganan penularan virus bagi warga setempat.

Baginya, menghadapi pandemi COVID-19 sedikitpun tidak pernah terlintas di benaknya. Tetapi, dengan segala kemampuan dan keterbatasannya, ia rela berbuat apapun untuk melindungi masyarakatnya.

"Hingga hari ini kami tetap lakukan pencegahan dengan cara sosialisasi dan edukasi protokol kesehatan (prokes) terus-menerus. Kami datangi satu per satu rumah warga. Itu terus kami lakukan tanpa henti, kami ingatkan satu per satu apabila ada warga yang keluar rumah lupa tidak pakai masker," katanya

Selain ke rumah-rumah warga, dirinya masih aktif keliling ke warung kopi (warkop) untuk menegakkan dispilin prokes. Bagi dia, upaya pencegahan harus tetap berjalan selaras dengan penanganan warga yang terpapar.

"Pagi, siang, malam kita juga keliling warkop agar tidak terjadi penularan, karena COVID-19 varian baru ini menyebar begitu cepat, jadi pencegahan harus dilakukan," ujarnya.

Untuk tahap penanganan, Aminullah yang juga sebagai anggota Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) Kelurahan Mojo itu, mengungkapkan apabila ada warganya yang terkonfirmasi positif, maka langsung dilakukan penjemputan. Bagi warga tanpa gejala, dia langsung mengantarkan pasien ke Rumah Sehat di wilayahnya.

Sebaliknya, bagi warga yang bergejala, langsung dilakukan koordinasi dengan puskesmas setempat dan kelurahan. Kalau gejalanya parah maka ditindaklanjuti ke rumah sakit, tetapi apabila gejala ringan dibantu membawa Asrama Haji Surabaya.

Amin Babe --sapaan akrab Aminullah-- ini mengingat betul, sejak awal pandemi ia tidak pernah berhenti memikirkan warganya. Bahkan, ketika ada warga yang sakit, dia bergegas mendatangi orang itu hanya untuk memastikan kondisinya.

Ia bercerita hal yang paling mengesankan selama menangani warganya yang terpapar adalah ketika melihat warga pulang dalam keadaan sembuh.

"Jujur, itu yang benar-benar buat saya bahagia. Perjuangan saya menjaga warga saya itu terbayar melihat mereka sembuh," ujarnya.

Berbekal seperangkat Alat Pelindung Diri (APD), Aminullah kerap turun langsung untuk memberikan intervensi kepada warga yag terpapar.

Baca juga: Menko Luhut: Warga isoman bergabung di lokasi isolasi terpusat

Apalagi, dalam kondisi darurat saat warga tiba-tiba mengalami sakit parah dan harus segera mendapatkan penanganan, ia langsung kontak kelurahan serta puskesmas setempat, sambil membawa warga itu naik mobilnya.

"Awalnya ada ketakutan tertular, saya juga bukan tenaga kesehatan (nakes), tapi ya udahlah ini demi warga, saya nekat. Syukurlah sampai hari ini saya masih sehat dan baik-baik saja," katanya.

Lebih

Sementara itu, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi meminta pengurus RT/RW di "Kota Pahlawan" itu, lebih aktif memantau kondisi warganya yang menjalani isolasi mandiri (isoman) di rumahnya masing-masing.

Apabila ditemukan warga yang bergejala COVID-19, seperti sesak napas, demam tinggi, batuk, maka wajib dibawa ke puskesmas terdekat saat itu juga. Apalagi saat ini puskesmas di Surabaya buka 24 jam untuk menangani pasien COVID-19.

Saat di puskesmas, warga tersebut diperiksa oleh petugas kesehatan sekaligus dilakukan tes cepat antigen. Apabila hasilnya dinyatakan positif, maka warga tersebut langsung menjalani isolasi.

Bagi warga yang bergejala ringan atau orang tanpa gejala (OTG) bisa dirawat di rumah sehat atau tempat isolasi mandiri yang disediakan di tiap-tiap kelurahan dengan memanfaatkan gedung sekolah, balai RW, atau lainnya.

Warga yang memiliki gejala sedang dirawat ke Asrama Haji dan bagi warga yang memiliki gejala berat langsung dirawat di rumah sakit, baik Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) maupun Rumah Sakit Darurat. Jadi, saat ini tidak perlu menunggu hasil tes usap PCR baru isolasi karena dikhawatirkan menularkan orang-orang di sekitarnya.

Oleh sebab itu, Eri kembali menekankan kepada pengurus RT/RW agar tidak lelah untuk terus memantau kondisi warganya.

"Jangan sampai ada warga yang tidak tertangani. Kami sudah menambah ambulans dan jam operasional puskesmas 24 jam. Intinya kalau ada yang sakit warganya langsung dibawa ke puskesmas," katanya.

Selain itu, Eri meminta RT/RW memberikan sosialisasi kepada warga bahwa keberadaan Rumah Sehat atau tempat isolasi mandiri bukan tempatnya yang sakit, melainkan merawat OTG agar tidak menularkan ke warga lainnya.

Saat ini sudah sekitar 140 kelurahan yang mempunyai Rumah Sehat di Kota Surabaya. Namun, tempat itu hanya dikhususkan bagi warga yang terpapar COVID-19.

Untuk itu, Eri berharap kepada warga yang masih menolak adanya Rumah Sehat agar dapat memahami manfaat dari tempat isolasi terpusat tersebut.

Kemandirian

Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Jatim menilai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Kota Surabaya perlu disertai kemandirian masyarakat disiplin prokes.

Pembina Persakmi Jatim Estiningtyas Nugraheni menilai pelaksanaan PPKM sejak 3 Juli lalu, cukup efektif menurunkan kasus COVID-19 di Kota Surabaya. Artinya, indikator dari kebijakan PPKM bisa membantu dalam menurunkan kasus.

Baca juga: Satgas COVID-19 Buleleng tambah tempat isolasi terpusat

Namun, persoalannya kalau penurunan kasus itu masih dibutuhkan piranti yang ibaratnya PPKM ini perangkat keras, maka bahayanya kalau pelonggaran terjadi bisa saja kasusnya akan naik.

Sebab, Esti berpendapat, sekarang ini perilaku masyarakat belum linier atau selaras dengan syarat putusnya mata rantai penyebaran virus.

Meski PPKM efektif, kemandirian masyarakat dalam disiplin prokes juga sangat penting sebagai indikator utama memutus mata rantai penyebaran virus.

"Apakah PPKM ini efektif? Ya efektif. Namun yang harus dipantau oleh pemerintah itu adalah level kemandirian masyarakat untuk dia disiplin prokes. Jadi yang dibutuhkan di situ," katanya.

Suatu keberhasilan menanggulangi COVID-19 tidak bisa diukur dari parameter tunggal efektifitas PPKM saja, melainkan juga kerja bersama, gotong royong antara pemerintah, Polisi, TNI, semua pemangku kepentingan, dan masyarakat.

Hal yang lebih penting kemandirian masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan. Untuk itu, harus mengetuk hati masyarakat agar melakukan pengawasan dirinya secara mandiri kalau PPKM mau dilonggarkan.

Baca juga: Pemkab Bantul akan sediakan oksigen gratis bagi warga isoman
Baca juga: Tingkat keterisian tempat tidur pasien di rumah sakit Surabaya menurun
Baca juga: Surabaya antisipasi penurunan disiplin penerapan protokol kesehatan

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021