Magelang (ANTARA News) - Abu vulkanik dari Gunung Merapi merusak kebun salak milik petani di kawasan barat puncak gunung berapi di perbatasan antara Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Kebun itu sebenarnya harus segera dibersihkan dari abu terutama yang mengguyur kawasan itu sejak terjadi letusan Selasa (26/10) petang," kata seorang petani salak jenis "Nglumut" di Desa Mranggen, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Jateng, Rusmin (47), di Magelang.

Hingga saat ini, menurut dia, pembersihan kebun salak dari abu belum bisa dilakukan karena situasi belum memungkinkan terkait dengan fase erupsi Merapi 2010.

Ia mengakui memiliki kebun salak seluas tiga ribu meter persegi di kawasan itu.

Peristiwa serupa juga menimpa kebunnya saat fase letusan Merapi beberapa tahun lalu.

Ia menjelaskan, abu vulkanik mengakibatkan kerusakan bunga, buah, dan ranting tanaman salak.

"Karena banyak ranting yang patah, sinar matahari tidak bisa masuk ke kebun, pertumbuhan tanaman menjadi buruk," katanya.

Ia mengaku rugi hingga ratusan juta rupiah akibat abu vulkanik Merapi menimpa kebun salaknya.

Petani salak Desa Kaliurang, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Jumilah (39), mengatakan, dia butuh waktu hingga setahun untuk memulihkan kebun salaknya yang terkena abu vulkanik.

Kebun salaknya yang rusak itu, katanya, kini sedang berbunga.

Ia juga mengaku rugi hingga jutaan rupiah akibat bencana Merapi itu.

Hingga saat ini, katanya, dirinya belum bisa membersihkan kebun salak dari abu vulkanik karena masih harus mengamankan diri dari bahaya Merapi dengan tinggal di pengungsian Desa Jumoyo, Kecamatan Salam.

Ia mengatakan, panenan salak Nglumut di kawasan itu untuk pasokan ekspor ke Malaysia dan China.

Koordinator Penyuluh Tani Kecamatan Srumbung, Gunadi Joko Susilo, mengatakan, luas areal kebun salak Nglumut di daerah itu yang mencapai 1.428 hektare dikelola oleh 126 gabungan kelompok tani (gapoktan).

Sebanyak 400 hektare di antaranya, katanya, telah dibudidayakan oleh 20 gapoktan setempat sesuai dengan standar.

Selain itu, katanya, lahan seluas 41 hektare milik Gapoktan "Ngudi Cukup" Desa Kamongan telah memiliki sertifikat sebagai salak ekspor, sedangkan Gapoktan "Ngudi Mulyo" dan "Ngudi Luhur" juga telah mengekspor panenan salaknya ke sejumlah negara.

Ia mengatakan, petani setempat yang tergabung dalam Asosiasi Salak Nglumut Magelang (Asnum) Desa Kradenan juga telah mengembangan budi daya salak organik seluas 11 hektare.

"Produksinya untuk pasokan sejumlah swalayan besar di berbagai kota besar," katanya.

Hasil pendataan sementara, katanya, lahan salak yang rusak cukup parah seluas 40 hektare di Dusun Sumberejo, Desa Kaliurang.

"Yang lain juga mengalami kerusakan tetapi tidak terlalu parah," katanya.
(U.M029/H-KWR/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010