"Terkait dengan masker dan alat rapid test, tentu tugas BPK melakukan pemeriksaan rutin dan kami Pemprov DKI melakukan proses lelang sesuai dengan ketentuan. Dan semua proses lelang di DKI Jakarta sudah sesuai ketentuan dan peraturan yang ada silahkan dicek dari awal hingga akhir," kata Riza di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Dinkes sebut temuan BPK hanya soal administrasi
Sementara itu, Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyebut bahwa terkait dengan temuan BPK soal Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kelebihan bayar dalam pengadaan alat tes rapid dan masker N95 hanya masalah administrasi.
Bahkan, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti menyebut bahwa tidak ditemukan kerugian negara dalam proses pengadaan pada 2020 lalu, yang akhirnya jadi temuan BPK tersebut.
"Itu kegiatan di tahun 2020 dan sudah dilakukan pemeriksaan oleh BPK dan tidak ditemukan kerugian negara. Jadi tidak ada kerugian negara, itu hanya masalah administrasi saja," kata Widyastuti.
Terkait temuan BPK yang menyebutkan kelebihan bayar tersebut karena dalam proses pengadaan kedua Dinkes DKI memilih barang dengan kualitas sama namun harganya lebih mahal dibanding pengadaan sebelumnya, Widyastuti menyebut pengadaan itu untuk menyesuaikan dengan kebutuhan.
Widyastuti menjelaskan, untuk masker N95, usai pengadaan pertama terdapat berbagai keluhan dari "user" atau pengguna peralatan yang diadakan tersebut, terlebih saat awal pandemi disebutnya masker sulit didapatkan.
"Nah tentu kami sesuai dengan spesifikasi yang diminta dengan masukan dari user," ucap dia.
Sementara untuk peralatan tes cepat COVID-19, Widyastuti menuturkan pengadaan untuk menjamin DKI Jakarta dapat melakukan pemeriksaan pada warganya, mengingat saat itu juga belum ada pengadaan rutin.
"Selain itu kondisi saat itu juga terjadi fluktuasi harga dan kami tidak pernah mengerti, karenanya kami meminta pendampingan oleh pemeriksa, inspektorat, kejaksaan untuk proses di DKI saat itu," ucap dia.
Baca juga: DKI kelebihan bayar masker N95 hingga Rp5,8 miliar
Sebelumnya, BPK menyatakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kelebihan bayar dengan nilai hingga mencapai Rp1,1 miliar untuk pengadaan alat rapid test COVID-19 pada 2020 lalu.
Hal tersebut disampaikan BPK dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2020 yang disahkan oleh Kepala BPK Perwakilan DKI Jakarta Pemut Aryo Wibowo pada 28 Mei 2021.
Berdasarkan pemeriksaan BPK pada dokumen pertanggungjawaban pembayaran, ditemukan dua penyedia jasa pengadaan rapid test COVID-19 dengan merek serupa, dalam waktu yang berdekatan, namun memiliki harga yang berbeda.
Selain itu, BPK juga menyebutkan ada kelebihan pembayaran yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta atas masker respirator N95 di tahun 2020 hingga Rp5,8 miliar dari pos belanja tak terduga (BTT) APBD DKI 2020.
Hal ini disampaikan BPK dalam laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Pemprov DKI tahun 2020 yang disahkan Kepala BPK DKI Pemut Aryo Wibowo yang juga menyebut pembelian masker itu dilakukan pada dua perusahaan berbeda, yakni PT IDS dan PT ALK yang memiliki kisaran harga berbeda.
"Permasalahan itu mengakibatkan pemborosan keuangan daerah senilai Rp5.850.000.000," tulis Pemut dalam laporan yang dikutip di Jakarta, Kamis (5/8).
Baca juga: Masih banyak warga DKI Jakarta abaikan penggunaan masker
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2021