Makkah (ANTARA News) - Pimpinan Pondok Pesantren Gontor, KH Abdullah Syukri Zarkasyi, menjelaskan bahwa haji adalah Arafah.

"Bahkan, yang sakit juga harus ikut ke Arafah, sebab dalam menunaikan ibadah haji wajib hukumnya wukuf di Arafah," kata KH Abdullah Syukri Zarkasyi.

Mengapa wukuf? Wukuf secara harafiah berarti berdiam diri. Wukuf di Arafah adalah berada di Arafah pada waktu antara tergelincirnya matahari (tengah hari) tanggal 9 Dzulhijah sampai matahari terbenam dengan berpakaian ihram.

Wukuf di Arafah, punya nilai sangat dahsyat. Jutaan manusia mau bersusah payah datang dari jauh, penuh dengan pengorbanan harta, tenaga, pikiran, dan perasaan.

Kehadiran di Arafah ini merupakan replika di Padang Mahsyar saat manusia dibangkitkan kembali dari kematian oleh Allah SWT.

Saat itu semua manusia sama di hadapan Allah SWT, yang membedakan hanyalah kualitas imannya.

Puncak wukuf di Arafah adalah khutbah wukuf. Dalam setiap khutbah selalu, diperdengarkan khutbah Rasulullah yang pernah beliau sampaikan pada saat mengerjakan haji terakhir (haji wada`) pada sekitar tahun 10 Hihriyah.

Tidak kurang seratus ribu jamaah turut serta dalam rombongan Rasulullah tersebut.

Ibnu Qayyim Al-jauziyyah alam Zaadul Ma`ad, dalam sebuah laman, menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW menyampaikan khutbah yang di dalamnya beliau menyampaikan kaidah-kaidah Islam, menghancurkan sendi-sendi kemusyrikan dan jahiliyah.

Menjelang wafatnya, di tempat inilah di Padang Arafah, Nabi Muhammad SAW berkhutbah yang kemudian dikenal dengan Khutbatul Wada` atau pidato perpisahan.

Pidato ini merupakan salah satu puncak dari sejarah ajaran Islam.

Khutbah Nabi ini merupakan khutbah kemanusiaan. Sebab, keberhasilan memahami dan menangkap makna dari khutbah Nabi adalah bagian terpenting dalam memahami dan menangkap pesan-pesan kemanusiaan dalam ajaran Islam, sarat dengan nilai-nilai akhlak dan persaudaraan bagi seluruh umat manusia.

Nabi menyampaikan hal-hal yang diharamkan, seperti yang juga diharamkan agama-agama samawi lainnya, membatalkan sesembahan jahiliyah, hingga mewasiatkan perlakuan yang baik terhadap wanita dengan menyebutkan hak-hak wanita yang harus dipenuhi dan kewajiban-kewajibannya.

"Wahai manusia, Tuhanmu hanyalah satu dan asalmu juga satu. Kamu semua berasal dari Adam, dan Adam berasal dari tanah. Keturunan, warna kulit, bangsa tidak menyebabkan seseorang lebih baik dari yang lain. Orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling takwa. Orang Arab tidak lebih mulia dari yang bukan Arab, sebaliknya orang bukan Arab tidak lebih mulia dari orang Arab. Begitu pula orang kulit berwarna dengan orang kulit hitam dan sebaliknya orang kulit hitam dengan orang kulit berwarna, kecuali karena takwanya." pesan Nabi dalam khutbahnya.

Pesan dari khutbah ini adalah persaudaraan universal yang menafikan perbedaan di antara sesama manusia. Di mata Allah perbedaan ada karena takwanya.

"Dalam konteks Indonesia yang akhir-akhir ini diwarnai dengan berbagai musibah dan mencana alam, seperti Merapi meletus, tsunami di Mentawai dan gempa bumi, termasuk bentrok antar suku, seharusnya pesan ini dapat merasuk dalam kalbu setiap jamaah haji sekembalinya ke Tanah Air," ujar KH Syukri.

Suatu pesan yang artinya kira-kira sama dengan semboyan bangsa Indonesia, yakni "Bhineka Tunggal Ika".

Tidak ada kelebihan antara suku Jawa dengan suku Sunda, suku Dayak dengan suku Madura, suku Melayu, Batak, Ambon, Bugis, Banjar dan sebaliknya.

Persaudaraan universal juga melampaui batas-batas agama. Artinya umat manusia tetap bersaudara meskipun mereka menganut agama yang berbeda-beda.

Karena itu, tolong menolong antarsesama yang sudah berakar di tanah air harus tertanam dalam kalbu.

Hal ini sangat relevan dengan khutbah Rasululllah, bahwa umat manusia adalah satu, yakni sama-sama keturunan Adam.

Karena itu mereka adalah saudara dan persaudaraan hakiki adalah hilangnya rasa permusuhan dan dendam kesumat di antara sesama pemeluk agama.

Bangsa Indonesia, meskipun memeluk agama yang berbeda-beda namun mereka semua berasal dari satu keturunan.

Ini yang tak bisa dipungkiri dan ini juga menjadi prinsip-prinsip dasar Islam sebagaimana yang disampaikan rasulullah, ujarnya.

Selain persaudaraan universal, ujarnya, khutbah Rasulullah juga mengandung pesan adanya penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia.

Perlindungan wanita

"Wahai manusia! Sesungguhnya darah, harta kalian, kehormatan kalian sama sucinya seperti hari ini, pada bulan ini, di negeri ini. Sesungguhnya kaum mukmin itu bersaudara. Tidak boleh ditumpahkan darahnya, tidak boleh dirampas hartanya dan tidak boleh dicemarkan kehormatannya. Dengan demikian kamu tidak menganiaya dan tidak teraniaya."

Pada bagian lain dalam khutbah, Rasulullah menegaskan, takutlah kepada Allah dalam bersikap kepada kaum wanita, karena kamu telah mengambil mereka (menjadi isteri) dengan amanah Allah dan kehormatan mereka telah dihalalkan bagi kamu sekalian dengan nama Allah.

Sesungguhnya kamu mempunyai kewajiban terhadap isteri-isteri kamu dan isteri kamu mempunyai kewajiban terhadap diri kamu.

Kewajiban mereka terhadap kamu adalah mereka tidak boleh memberi izin masuk orang yang tidak kamu suka ke dalam rumah kamu. Jika mereka melakukan hal demikian, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan.

Sedangkan, kewajiban kamu terhadap mereka adalah memberi nafkah, dan pakaian yang baik kepada mereka. Maka perhatikanlah perkataanku ini, wahai manusia sekalian..sesungguhnya aku telah menyampaikannya..

Aku tinggalkan sesuatu bagi kamu sekalian. Jika kamu berpegang teguh dengan apa yang aku tinggalkan itu, maka kamu tidak akan tersesat selama-lamanya. Itulah Kitab Allah (Al-Quran ) dan sunnah nabiNya (Al-Hadis ).

Pesan ini mengandung arti bahwa kaum wanita harus diperlakukan sebagaimana manusia lainnya.

Dalam masa jahiliyah (sebelum kedatangan Islam) wanita diperlakukan dengan sangat buruk oleh lingkungannya,di mana bayi-bayi perempuan dibunuh secara kejam.

Di masa Yunani Kuno seorang wanita dipandang sebagai makhluk dibawah laki-laki dan tidak mendapatkan hak-hak sipil. Ia dijual dan dibeli.

Lalu di bawah hukum Romawi seorang wanita tidak mendapatkan hak-hak hukum.

Wanita harus mendapatkan penjagaan terus-menerus dari ayahnya semasa kecilnya dan kemudian oleh suaminya untuk selama sisa hidupnya. Ia adalah obyek untuk dimiliki dan diwariskan kepada laki-laki.

Islam datang untuk meluruskan itu semua. Islam menghargai hak-hak wanita.

Dalam masalah poligami, Islam membatasi jumlah istri hanya sampai empat orang.

Islam menggariskan bahwa pernikahan kedua, ketiga dan keempat tidak dapat berlangsung kecuali seorang suami dapat berlaku adil terhadap semuanya.

Padahal untuk memenuhi adil ini sangat sulit diwujudkan. Karena itu monogami adalah pilihan yang utama (QS,4:3).
(T.E001/A025/P003)

Oleh Edy Supriatna Sjafei
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010