Padang (ANTARA News) - Enam hari telah berlalu pascagulungan gelombang pasang tsunami "menghampiri" daratan dan menyapu dusun-dusun di Kepulauan Mentawai, Sumater Barat.
Kini, rasa takut dan cemas menghantui anak-anak di Bumi Sekkerei itu yang ikut merasakan dahsyatnya bencana yang menewaskan ratusan orang itu.
Batapa tidak, guncangan gempa berkekuatan 7,2 Skala Richter (SR) pada Senin (25/10) malam sekitar pukul 21.40 WIB yang disertai gulungan gelombang pasang air laut tsunami dengan ketinggian mencapai 12 meter itu telah memporak-porandakan sebagian besar permukiman di wilayah pantai itu.
Warga yang selamat, kini berdiam di pengungsian, ternyata bukan sesuatu yang membuat mereka, terutama kalangan anak-anak korban tsunami, bisa agak tenang.
Saat ini, para pengungsi khususnya anak-anak dibayangi-bayangi penyakit menular akibat lingkungan dan lokasi pengungsian yang kurang memadai.
Wilayah Mentawai juga merupakan satu wilayah yang masuk data endemis penyakit Malaria. Berbagai jenis penyakit lain juga berpotensi muncul dari bekas-bekas dataran yang disapu gelombang tsunami.
Kondisi itu, diperparah memasuki hari keenam pascagempa dan tsunami itu, bau menyengat dari korban-korban yang tewas belum ditemukan kian mencuat.
Hingga kini, masih tercatat 96 orang korban hilang yang belum ditemukan jasadnya, sedangkan sebanyak 446 mayat telah ditemukan dan dikubur secara massal.
Data posko utama tanggap darurat bencana tsunami Mentawai, di Kecamatan Sikakap, anak-anak mulai terserang penyakit gatal-gatal, inspeksi saluran pernapasan akut (ISPA), demam.
Data Posko Tanggap Darurat di Kecamatan Sikakap, Mentawai, Jumat (29/10) malam, menyebutkan banyak anak-anak di pengungsian terserang penyakit gatal-gatal, ISPA dan demam.
Arnalia, salah satu petugas posko tanggap darurat di Sikakap ketika dikonfirmasi membenarkan bahwa anak-anak sebagian sudah terserang penyakit demam, gatal-gatal dan ISPA.
Penyakit yang menyerang tak hanya terhadap anak-anak, tetapi juga kaum ibu-ibu dan pengungsi dewasa serta masyarakat yang di Sikakap.
Bahkan, ada ibu-ibu yang histeris dan pingsang karena anak-anak, suami dan anggota keluarganya meninggal dihantam gelombang tsunami yang terjadi pada Senin sekitar pukul 21.40 WIB.
Menurut dia, banyak anak-anak dan pengungsi yang dewasa terserang penyakit, karena ada sebagian korban tsunami lama terdampar menjelang dievakuasi.
Kondisi itu, dampak korban sebagian banyak terminum air laut sehingga berdampak kepada fisiknya selama di pengungsian. Kini, korban yang selama dari gulungan gelombang tsunami masih berada di pengungsian pada wilayah perkampungannya --ke arah perbukitan--.
Penyemprotan
Dinas Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai meminta agar kawasan di Pulau Pagai yang telah mengeluarkan bau busuk segera disemprot desinfektan agar tidak membahayakan kesehatan sukarelawan dan masyarakat.
"Kami juga mengharapkan agar setiap sukarelawan diberikan vaksin dan masker dalam mengevakuasi mayat sehingga tidak membahayakan kesehatan," ujar Koordinator Penanggulangan Bencana Wilayah Kecamatan Sikakap, Joskamatir, di Sikakap.
Cukup banyak sukarelawan yang berkeinginan untuk terjun ke lapangan untuk mengevakuasi mayat yang diperkirakan masih banyak belum dievakuasi.
Sebagai alat pendukung tim juga membutuhkan kapal cepat terutama untuk menyebarkan bantuan logistik kepada korban yang berada di pengungsian.
"Dalam pendistribusian logistik, kita memang terkendala minimnya alat transportasi, mengingat sulitnya medan untuk menembus kawasan yang terkena bencana, belum lagi kondisi cuaca yang kurang mendukung," katanya.
Terkait, tim Satgas hanya memiliki tiga kapal yang terus dioperasikan untuk mendistribusikan logistik, sedangkan bantuan harus disebarkan secara merata ke 14 desa.
Sebanyak 14.983 orang juga dilaporkan masih mengungsi di daerah-daerah yang aman. Sementara, jumlah penduduk di Bumi Sikkerei tersebut sebanyak 76.421 orang.
Sementara itu, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat belum bisa mengidentifikasi penyakit yang diderita korban gempa 7,2 SR disertai tsunami di Kabupaten Kepulauan Mentawai akibat terkendala transportasi.
"Sulitnya menyusuri wilayah Pagai Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai mengakibatkan identifikasi penyakit belum bisa dilakukan. Kita baru bisa mendrop obat-obatan dan tenaga medis," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, Rosmini akhir pekan di Padang.
Dinas Kesehatan telah mengerahkan sejumlah tenaga kesehatan ke posko penanggulangan bencana di Kecamatan Sikakap, Kepulauan Mentawai.
Tenaga kesehatan tersebut, akan melakukan penelusuran guna mendapatkan verikasi data pada 27 dusun di Pagai Selatan dan Pagai Utara.
"Dari 27 dusun tersebut, terdiri atas enam dusun yang rata dengan tanah, 10 dusun yang mengalami kerusakan 50 persen dan 11 dusun yang mengalami kerusakan 30 persen. Di sana tercatat sebanyak 270 korban luka berat dan 142 luka ringan," katanya.
Untuk tahap awal tenaga kesehatan yang dikirim tersebut akan menelusuri sebanyak 16 dusun terparah. Sedangkan hasil rekapitulasi penyakit yang diidap oleh warga Mentawai dalam masa tanggap darurat baru bisa diinformasikan.
Selain menginventarisir jenis penyakit dan jumlah penderita, tenaga kesehatan yang dikirim akan menyalurkan obat-obatan yang telah didistribusikan ke posko penanggulangan di Kecamatan Sikakap.
Hingga kini, telah tersalur 4,5 ton obat-obatan terdiri dari bantuan Kementerian Kesehatan sebanyak tiga ton yang dikirimkan Jumat ini dan 1,5 ton bantuan dari provinsi. (SA*ANT-205/K004)
Oleh Oleh Siri Antoni Dan Aulia Rah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010