Surabaya (ANTARA News) - Ahli studi pemikiran Islam dari Jepang Prof Hasan Ko Nakata menilai kelompok Ahlussunnah dan Syiah memiliki pemahaman berbeda dalam mengartikan "khilafah" atau kepemimpinan Islam.

"Khilafah itu sebenarnya sudah lama menjadi pemikiran para ulama, tapi para ulama dalam kitab fiqih tidak menyebut khilafah, melainkan imamah," katanya dalam seminar yang digelar DPD Hizbut Tahrir Indonesia Jatim di Surabaya, Minggu.

Menurut guru besar Fakultas Teologi di Universitas Doshisha Jepang itu, kelompok Syiah memahami "khilafah" sebagai imam yang "ma`shum" dan diputuskan oleh Allah SWT, sedangkan Sunnah memahami imam sebagai sosok sempurna yang dipilih manusia.

"Karena khalifah atau imam itu manusia, maka dia bisa melakukan kesalahan. Jadi, kedua kelompok itu menilai semua wajib menegakkan khilafah atau kepemimpinan, bukan hanya muda atau tua, bahkan kelompok Syiah menilai mereka yang tidak menegakkan imamah itu keluar dari Islam," katanya.

Namun, katanya, upaya mengganti sistem kapitalisme menjadi khilafah itu tidak mudah, karena sistem kapitalisme itu sudah mengakar sehingga perubahan sistem itu tidak bisa dilakukan secara seketika.

"Itu bergantung kepada umat Islam sendiri dalam mendakwahkan nilai-nilai kepemimpinan dalam Islam, namun dakwah itu akan efektif bila umat Islam tidak tercerai berai," katanya.

Senada dengan itu, cendekiawan muslim dari ITS Abdullah Shahab menyatakan ukhuwah (persaudaraan) dalam Islam merupakan hal penting untuk menampilkan kepemimpinan Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Kalau umat Islam tidak melakukan ukhuwah akan sulit mewujudkan kepemimpinan Islam," katanya.

Sementara itu, Ustadz Siddiq Al Jawi dari DPP HTI itu mengatakan kerusakan yang terjadi saat ini menyangkut dua hal yakni kerusakan individu dan kerusakan sistem.

"Perbaikan individu saja akan sia-sia bila sistem yang ada tidak baik," katanya.(*)

E011/B013/AR09

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010