Peningkatan produktivitas dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing

Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Indra Setiawan menyatakan kebijakan peningkatan produksi komoditas kedelai perlu diterapkan secara konsisten agar dapat mengurangi ketergantungan impor.

"Indonesia harus mengupayakan peningkatan produktivitas kedelai dalam negeri untuk meminimalisir dampak fluktuasi harga yang terjadi di pasar internasional. Peningkatan produktivitas dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing," kata Indra Setiawan dalam siaran pers di Jakarta, Jumat.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan produksi kedelai nasional hanya mencapai 632.300 ton pada 2020. Sementara jumlah impor tahun yang sama mencapai 2.475.286 ton.

Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), kebutuhan rata-rata masyarakat Indonesia mencapai 3,2 juta ton per tahun. Kesenjangan antara kebutuhan dengan ketersediaan tersebut harus dipenuhi lewat impor.

Namun, lanjutnya, pasokan kedelai Indonesia juga terancam di saat harga kedelai dunia mengalami fluktuasi, sebagaimana diungkapkan Indra.

Penelitian CIPS menunjukkan perlunya evaluasi terkait berbagai intervensi yang dilakukan pada budi daya kedelai. Kontribusi pupuk pada produktivitas kedelai tidak terlalu signifikan karena skala budi daya kedelai tidak seluas padi dan jagung.

Petani kedelai juga perlu dianjurkan untuk bergabung dalam kelompok tani agar memperoleh akses kepada bantuan dan pendampingan dari pemerintah.

Indra menambahkan budi daya kedelai pada lahan sawah biasanya dilakukan pada periode Oktober-Desember setelah lahan tersebut ditanami padi sebanyak dua kali pada periode Januari-September. Siklus ini menunjukkan kedelai merupakan tanaman selingan.

Oleh karena itu, meningkatkan luasan areal tanam kedelai di lahan bukan sawah dan perbaikan produktivitasnya penting dilakukan, terutama karena produktivitasnya hanya mencapai 13,18 kuintal per hektare, lebih rendah dibandingkan dengan 17,4 kuintal per hektare bila ditanam di lahan sawah.

Pemerintah dinilai juga perlu fokus mengatasi ketimpangan produktivitas tanaman pangan, termasuk kedelai, antara wilayah Jawa dan luar Jawa, melalui peningkatan teknik budi daya, seperti penggunaan pupuk dan benih unggul, mekanisasi pertanian, dan juga peningkatan akses dan perbaikan jaringan irigasi di luar Jawa.

Kementerian Perdagangan menjamin ketersediaan kedelai secara nasional tetap aman dengan harga yang wajar dan terjangkau di tengah fluktuasi harga kedelai dunia saat ini.

"Fluktuasi harga kedelai dunia disebabkan komoditas kedelai asal Amerika Serikat yang masih belum memasuki masa panen, sehingga berdampak pada naiknya harga kedelai saat ini," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan.

Fluktuasi harga ini diharapkan tidak menyurutkan para perajin tahu dan tempe untuk terus berproduksi agar masyarakat tetap dapat memenuhi kebutuhan proteinnya dengan baik. Untuk itu, Oke mengimbau pelaku usaha tetap tenang.

Berdasarkan tren harga yang dikutip dari Chicago Board of Trade (CBOT), harga kedelai dunia pada minggu keempat Juli 2021 sebesar 14,33 dolar AS per bushels (Rp8.924 per kg landed price), naik 5,4 persen dibanding sebulan sebelumnya 13,60 dolar AS per bushels (Rp8.526 per kg landed price).

Saat ini, secara umum harga kedelai di tingkat perajin di kota-kota besar dan sentra produksi utama kedelai tetap terjaga sekitar Rp10.000 per kg. Sedangkan ketersediaan stok kedelai secara nasional masih sangat mencukupi dengan jumlah sekitar 610 ribu ton dan cukup untuk tiga bulan mendatang.

Baca juga: Kemendag jamin harga kedelai tetap terjangkau
Baca juga: Distan Baubau kembangkan kedelai seluas 400 hektare
Baca juga: Kemendag minta importir turunkan harga kedelai

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021