Jika ingin riset-riset kritis, sekarang lebih ke sektoral, seperti riset tentang reforma agraria atau perubahan iklim.
Jakarta (ANTARA) - Kandidat Doktor Universitas Amsterdam Fajri Siregar mengatakan bahwa terjadi penurunan pada minat para pemberi sumbangan (donor) terhadap penelitian tentang Ilmu Sosial Kritis setelah reformasi.
"Setelah reformasi, Ilmu Sosial Kritis tidak begitu diinginkan ataupun dicari oleh pemberi donor," kata Fajri pada seminar dalam jaringan (daring) yang bertema LP3ES dan Dinamika Sejarah Intelektual di Indonesia, Kamis.
Ia mengemukakan bahwa penurunan minat pemberi sumbangan merupakan tantangan yang berat bagi lembaga riset yang menekuni Ilmu Sosial Kritis. Hal tersebut diakibatkan oleh kebutuhan finansial bagi lembaga peneliti dalam melaksanakan riset dan melakukan publikasi hasil riset untuk disebarluaskan.
Menurut Fajri, fenomena ini menunjukkan bahwa posisi lembaga donor makin dominan dalam dunia penelitian sehingga memberi pengaruh pada pemilihan isu-isu yang diteliti.
Kemampuan donor dalam memengaruhi pemilihan isu lantas memberi dampak pada produksi pengetahuan yang dihasilkan oleh lembaga riset.
"Jarang pengetahuan bisa berkelanjutan atau fokus pada satu isu karena topik penelitian tergantung pada keinginan donor," ungkap Fajri Siregar.
Adapun penyebab menurunnya permintaan akan riset Ilmu Sosial Kritis, lanjut dia, adalah keinginan pemberi sumbangan untuk menerima hasil penelitian yang nyata dengan dampak yang terukur. Tendensi tersebut, kata Fajri, mulai terlihat setelah reformasi.
Kini, para pemberi sumbangan lebih menginginkan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang akademik untuk melakukan riset kebijakan, alih-alih riset Ilmu Sosial Kritis. Hasil dari riset kebijakan yang dilakukan oleh LSM akademik akan diberikan kepada pemerintah sebagai rekomendasi untuk kebijakan selanjutnya.
"Jika ingin riset-riset kritis, sekarang lebih ke sektoral, seperti riset tentang reforma agraria atau perubahan iklim," tutur penulis "LP3ES di Era Intelektual dengan i Kecil: 1998–sekarang" melanjutkan.
Konsekuensi dari peralihan tersebut adalah timbulnya spesialisasi, seperti lembaga yang fokus melakukan riset terkait dengan korupsi maupun isu gender.
"Ini yang membuat produksi ilmu menjadi terpotong-potong atau tersekat-sekat," ucapnya.
Baca juga: LP3ES: Penurunan kualitas demokrasi terkait dengan kerusakan alam
Baca juga: Peneliti: Upaya menangkal hoaks harus sistematis
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021