Karimun, Kepri (ANTARA News) - Lima unit kapal hisap timah tradisional ilegal asal Bangka Belitung kembali beroperasi di Perairan Kundur Barat, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau.

"Aktivitas kapal hisap itu di sekitar Pulau Lalang. Nelayan resah sebab kawasan tersebut sudah sejak lama dijadikan area penangkapan ikan," kata Lamat, nelayan di Kundur, Jumat.

Lamat menjelaskan untuk menyamarkan aktivitas kapal tersebut, para pelaku beroperasi mulai sekitar pukul 17.00 WIB hingga pukul 07.00 WIB.

"Setelah itu para pelaku tidak kembali ke Kundur, melainkan langsung berlayar ke Sungai Cina di Rangsang," ujarnya.

Tokoh masyarakat Sawang Laut, Dahlan, menyatakan telah mendapat informasi tentang kembali beroperasinya kapal tersebut.

Setelah mendapat informasi, ia bersama sejumlah nelayan, mengecek ke lokasi untuk membuktikan.

"Ternyata informasi itu memang benar. Ada sekitar lima unit kapal hisap tradisional yang beroperasi di sana," katanya,

Ia berharap aparat keamanan segera mengambil tindakan tegas agar jumlah mereka tidak bertambah banyak.

Secara terpisah Ketua Kelompok Nelayan Kundur Barat, R Safri, menuturkan nelayan beranggapan pengoperasian kapal hisap tradisional itu, ilegal, karena tidak pernah ada sosialisasi kepada para nelayan.

"Jika aparat keamanan tidak menindaklanjuti permintaan kami, jangan salahkan jika nelayan se-Kundur Barat menurunkan armadanya untuk mengusir semua kapal hisap tradisional itu," tegasnya.

Staf Humas PT Timah Unit Prayun, Sahir Jalil, mengatakan pihaknya juga mendapat laporan dari masyarakat terkait pengoperasian kapal hisap tradisional tersebut.

"Tepatnya mereka melakukan aktivitas di Pulau Lalang, saat ini kami masih mempelajari informasi dari masyarakat itu. Jika aktivitas yang dilakukan mereka masuk dalam wilayah Kuasa Penambangan PT Timah, tentunya perusahaan akan mengambil tindakan," ucapnya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, satu unit kapal itu setiap hari mampu memperoleh hasil maksimal sebanyak 400 kg bijih timah. (HAM/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010