Jakarta (ANTARA) - Kemunculan pandemi yang melemahkan berbagai aktivitas perekonomian tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh mancanegara, membuat kinerja sektor properti menjadi melempem pada saat ini.
Kebijakan yang dilakukan pemerintah Indonesia juga telah banyak dalam upaya membangkitkan gairah perekonomian, yang juga mencakup sektor properti. Namun, terlihat di lapangan bahwa pengembang baik perkantoran maupun perumahan tidak lagi agresif dalam membangun proyek properti.
Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto dalam paparan properti mencontohkan beberapa aktivitas pembangunan gedung perkantoran akan mundur waktu penyelesaian konstruksinya, sedangkan gedung yang mulai beroperasi pada kuartal II 2021 ini adalah Trinity Tower (di kawasan CBD atau sentrabisnis Jakarta) dan Wisma Barito Pacific 2 (di luar CBD).
Selain itu, pertumbuhan pasok perkantoran relatif diperkirakan bakal terbatas dalam kurun waktu dua hingga tiga tahun ke depan, serta cukup sulit untuk memprediksi kapan pengembang akan memulai pembangunan gedung-gedung baru.
Ferry mengungkapkan untuk pertama kalinya tingkat hunian perkantoran di kawasan CBD berada di bawah 80 persen, yang terjadi antara lain karena pengurangan luas kantor.
Berdasarkan data Colliers, rata-rata tingkat hunian gedung perkantoran di kawasan CBD Jakarta adalah sekitar 80 persen di sepanjang Jalan Thamrin Jakarta Pusat, 79 persen baik di Jalan Sudirman dan Satrio, 81 persen di Rasuna Said maupun di Gatot Subroto, dan 71 persen di Mega Kuningan.
Sebelumnya, Head of Capital Markets & Investment Services Colliers Indonesia Steve Atherton mengatakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) bakal membuat investor sektor properti lebih berhati-hati. Aturan baru tersebut membuat pergerakan bisnis sektor properti akan lebih terlokalisasi. Sedangkan optimisme pasar properti masih tertahan sehingga investor lebih memilih langkah teraman.
Dari berbagai subsektor dalam properti, Ferry Salanto memperkirakan bahwa ritel di berbagai pusat perbelanjaan adalah yang paling terdampak dari adanya PPKM Darurat. Hal itu karena aturan dalam PPKM Darurat sangat membatasi mobilitas masyarakat, sedangkan ritel sangat memerlukan pergerakan banyak orang. Begitu pula dengan beragam aspek terkait PPKM Darurat yang membuat jam operasional pusat perbelanjaan dibatasi, begitu pula dengan kapasitas pengunjung ke mal.
Tidak heran bila Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) berharap bisa mendapatkan keringanan pajak menyusul pengetatan PPKM yang diterapkan pemerintah untuk menekan laju penukaran COVID-19.
Ketua Umum APPBI Alphonsus Widjaja mengatakan setidaknya ada dua jenis insentif yang dibutuhkan pelaku pusat perbelanjaan, yakni insentif untuk mendongkrak penjualan dan insentif untuk meringankan beban pelaku usaha.
Alphonsus berharap ada penghapusan sementara pajak-pajak yang bersifat final yang selama ini masih tetap harus dibayar meski kondisi usaha tutup ataupun dibatasi. Keringanan tersebut dinilai akan dapat meringankan pelaku usaha yang sudah dalam kondisi terpuruk sejak wabah COVID-19 masuk ke Indonesia. Selain itu, ia mengutarakan harapannya pula agar pemerintah bisa memberikan subsidi atas upah pekerja.
Pembebasan PPN
Kebijakan pemerintah dalam rangka membantu kinerja sektor properti antara lain adalah membebaskan PPN untuk rumah tapak dan rumah susun (rusun) yang dibanderol berkisar Rp300 juta hingga Rp2 miliar.
Langkah pemerintah menanggung PPN tersebut berlaku untuk rumah yang sudah jadi dan penyerahannya di rentang Maret-Agustus 2021. Aturan itu tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 21/PMK/010/2021 yang diterbitkan Maret 2021.
Kemudian pemerintah melalui Kementerian Keuangan akhirnya memperpanjang sejumlah insentif perpajakan hingga Desember 2021 untuk mendorong pemulihan ekonomi domestik. Salah satu insentif pajak tersebut adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) properti yang diperpanjang hingga akhir tahun ini. Sebelumnya, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 21 Tahun 2021, PPN yang ditanggung pemerintah hanya berlaku sampai bulan Agustus 2021.
Pemerintah memberikan insentif berupa PPN untuk rumah dengan harga rumah maksimal Rp2 miliar. Sementara secara spesifik, insentif yang masuk ke dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 yaitu rumah dengan tipe rumah tapak atau rumah susun.
Pemerintah juga memberikan pengurangan PPN sebesar 50 persen untuk tipe rumah tersebut dengan rentang harga jual dari Rp2 miliar hingga Rp5 miliar. Insentif tersebut berlaku untuk maksimal satu unit rumah tapak atau rumah susun untuk satu orang, dan tidak boleh dijual kembali dalam jangka waktu satu tahun.
Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto menyatakan dampak insentif pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sektor properti masih belum terlihat secara nyata terhadap meningkatnya penjualan properti residensial seperti apartemen.
Namun demikian, Ferry mengapresiasi perpanjangan perpanjangan program insentif PPN tersebut hingga Desember 2021. Hal tersebut, lanjutnya, diharapkan dapat menjadi katalis bagi penjualan properti apartemen pada sepanjang tahun ini.
Berdasarkan data Colliers, tingkat serapan apartemen di Jakarta pada kuartal II 2021 ini sedikit meningkat yaitu 0,08 persen q-o-q di level 87,2 persen. Sedangkan untuk tingkat penjualannya pada kuartal II-2021 tercatat terjadi penurunan penjualan sebesar 63 persen q-o-q, di mana pada kuartal ini hanya mencatat penjualan sebanyak 155 unit apartemen di Jakarta.
PMN bagi BTN
Selain kebijakan stimulus tersebut, terdapat pula program yang terkait erat dengan sektor properti seperti Penyertaan Modal Negara (PMN) yang rencananya akan diberikan kepada Bank Tabungan Negara Tbk di mana akan membantu bank tersebut untuk mengoptimalkan program pembangunan sejuta rumah.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilai PMN akan membantu BTN sebagai BUMN yang berkewajiban untuk menjalankan program pembangunan sejuta rumah yang digagas Presiden Joko Widodo. Tentunya, Bank BTN perlu modal yang cukup kuat untuk menopang program tersebut.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga menilai BTN layak untuk mendapat PMN dikarenakan bank plat merah tersebut konsisten mendukung program pemerintah dalam pembiayaan rumah rakyat.
Hingga saat ini, BTN masih terus menyalurkan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan atau FLPP. Jika program FLPP itu terus berjalan, lanjutnya, maka ekspansi kredit dari BTN diperlukan permodalan kuat.
Pandangan senada juga disampaikan Presiden Direktur Center of Banking Crisis (CBC) Deni Daruri yang mengatakan strategi PMN untuk BTN akan memiliki daya ungkit terhadap pemulihan ekonomi nasional karena sektor properti merupakan tulang punggung perekonomian nasional.
Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil dalam acara Investor Daily Summit pada 14 Juli 2021 juta meyakini industri di sektor properti bisa kembali pulih pasca pandemi COVID-19 tertangani di Indonesia dan menjadi motor penggerak ekonomi.
Menurut Sofyan, pemerintah telah menyiapkan dan memperbaiki regulasi untuk memberikan kemudahan dalam hal investasi di sektor properti. Undang-Undang Cipta Kerja yang disahkan pada tahun lalu dan diikuti dengan beberapa peraturan turunannya juga dinilai akan memberikan dampak langsung bagi investasi sektor properti.
Sofyan berharap dengan diterbitkannya berbagai regulasi yang bertujuan untuk memudahkan proses investasi bisa membantu perputaran roda ekonomi pasca pandemi sekaligus berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi.
Dengan optimisme yang kuat dan masukan yang beragam, maka hanya perlu kemauan tekad yang konsisten dalam rangka membangkitkan salah satu raksasa tidur perekonomian nusantara, yaitu sektor properti nasional.
Baca juga: Di tengah kelanjutan PPKM, Rumah.com ungkap harga properti alami rebound
Baca juga: Mengangkat rantai pasok sebagai penopang industri di saat pandemi
Baca juga: Konsultan: Insentif PPN dongkrak penjualan rumah tapak di triwulan II
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021