Jakarta (ANTARA) - Pertamina Geothermal Energy (PGE) mengungkapkan manfaat tersembunyi panas bumi yang tak hanya menghasilkan listrik tetapi juga mengurangi emisi dan mengoptimalkan sumber daya energi lokal.

"Geothermal juga ikut berkontribusi dalam pembangunan daerah,” kata Manager Government & Public Relation Pertamina Geothermal Energy Sentot Yulianugroho dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) berperan mengurangi emisi gas buang karbon dioksida, sehingga bisa menciptakan lingkungan yang bersih dari polusi.

Berdasarkan perhitungan versi carbon neutral calculator, pengurangan gas rumah kaca bahkan telah mencapai 14,91 juta ton karbon dioksida per tahun.

Jumlah itu diperoleh dari kapasitas PLTP di Indonesia sebesar 2.130,6 megawatt.

"PGE yang sudah mengoperasikan pembangkit listrik geotermal sejak hampir lima dekade sudah turut mengurangi berjuta-juta ton gas karbon dioksida," ujar Sentot.

PGE sebagai bagian dari subholding Pertamina New Renewable Energy (NRE) memiliki kapasitas pembangkit listrik panas bumi sebesar 672 megawatt yang mengurangi 3,6 juta ton karbon dioksida per tahun.

Menurut Sentot, partisipasi pengurangan karbon dioksida merupakan khazanah penyelamatan lingkungan dari ancaman perubahan iklim dunia.

Saat ini PGE mengelola tujuh proyek dalam kerangka Clean Development Mechanism (CDM), enam di antaranya terdaftar di United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC).

Pengoperasian pembangkit panas bumi secara tak langsung telah memberi dampak positif dari sisi ekonomi makro melalui penghematan devisa, karena energi magma dapat mengurangi impor migas untuk bahan bakar pembangkit listrik tenaga diesel.

Kapasitas PLTP di Indonesia yang mencapai 2.130,6 megawatt tersebut setara dengan 100,779 barel minyak per hari (BOEPD) yang jika digenapkan selama setahun menjadi 36,76 juta barel minyak.

Apabila diasumsikan harga satu barel minyak 50 dolar AS, maka devisa yang bisa dihemat selama setahun dari keberadaan PLTP sebesar 1,84 miliar dolar AS atau setara Rp26,37 triliun.

"Beroperasinya PLTP secara tidak langsung berkontribusi terhadap penghematan cadangan devisa migas. PGE dengan 672 megawatt memberikan kontribusi penghematan devisa 580 juta dolar AS per tahun," ungkap Sentot.

Selain dampak positif dari sisi lingkungan dan penghematan devisa, keberadaan energi panas bumi juga berkontribusi terhadap pajak dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP).

PGE berkontribusi memberikan 34 persen pendapatan bersih perusahaan kepada negara setiap tahun, termasuk juga penghasilan bagi daerah melalui bonus produksi sebesar satu persen penjualan uap atau 0,5 persen dari penjualan listrik.

Lebih lanjut Sentot mengungkapkan kehadiran PLTP di suatu wilayah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal melalui pembangunan infrastruktur.

Keberadaan PLTP yang selalu berada di remote area mengharuskan perusahaan membangun infrastruktur jalan untuk memperlancar transportasi logistik.

Jalan yang tadinya hanya berupa tanah, bahkan hanya jalan setapak, diperlebar dan diaspal. Apabila ada tanah labil akan dilakukan pembetonan.

Sentot mengakui Indonesia masih relatif muda dalam pengembangan geotermal dibandingkan negara seperti Amerika Serikat, Italia, Selandia Baru, Jepang, dan Islandia. Namun, pengembangan sumber energi yang ramah lingkungan itu masih sangat terbuka lebar di dalam negeri.

PGE berkomitmen meningkatkan inovasi bisnis yang bermanfaat tidak hanya untuk kinerja perusahaan, tapi juga keberlangsungan lingkungan untuk masa depan.

“Upaya ini menjadi misi PGE untuk menjadikan panas bumi sebagai beyond energy,”ujar Sentot.
Baca juga: Pertamina NRE catatkan kinerja positif kelola bisnis energi bersih
Baca juga: Menyulap ladang panas bumi menjadi energi

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021