Singapura (ANTARA News/AFP) - Serangan balik politis terhadap tawaran bursa saham Singapura atas mitranya dari Australia tidaklah mengejutkan bagi negara kota yang kaya dan punya ambisi global.
Para kritikus dari Australia telah mengecam tawaran pengambilalihan Australian Securities Exchange (ASX) sebesar 8,2 miliar dolar AS, dengan menyebut catatan hak asasi manusia Singapura diantaranya menjadi keprihatinan mereka.
Taruhan pemerintah di Singapore Exchange (SGX) juga menjadi masalah sensitif bagi mereka yang mengkhawatirkan hilangnya kontrol aset nasional Australia meski pernyataan kedua bursa bahwa itu merupakan kesepakatan yang sama-sama menguntungkan.
Perusahaan-perusahaan Singapura telah memiliki miliaran dolar aset di Australia, dari telkom dan perusahaan listrik hingga gedung-gedung perkantoran, dan telah berhasil mengatasi berbagai kontroversi pengambilalihan di banyak negara.
Perusanaan Investasi Singapura (GIC) milik pemerintah memasukkan Queen Victoria Building Sydney yang historis dan kompleks perkantoran Chefley Tower diantara properti berharganya di luar negeri.
Menurut SGX dan ASX, merger akan menciptakan grup bursa saham tercatat terbesar kelima di dunia secara market capital, menciptakan saingan regional baru bagi Tokyo dan Hongkong.
"Secara komersial hal itu merupakan gagasan sempurna yang masuk akal namun jika anda mempertimbangkan faktor-faktor lain, sentimen dan politis, maka anda melampaui batas baru," kata Leong Wai Ho, ekonom regional di Barclays Capital.
"Adalah alasan yang nyaman dengan menyorot label pemerintah Singapura meskipun pemerintah Singapura tidak secara aktif menjalankan perusahaan-perusahaan ini," katanya kepada AFP.
"Melepaskan kontrol itu sulit tidak hanya bagi Australia tetapi untuk negara manapun."
Pemimpin Partai Hijau Bob Brown, sekutu utama koalisi Australia yang berkuasa, sudah mengatakan partainya akan memblokir kesepakatan tersebut karena alasan moral, menyebut catatan hak asasi manusia Singapura yang "sangat jelek" dan menandaskan bahwa mantan pemimpin Lee Kuan Yew pernah mengatakan bahwa orang Australia itu "sampah putih miskin Asia", meskipun dia kemudian menarik kembali komentarnya.
Anggota parlemen independen yang non kompromistis Bob Katter bahkan lebih jauh mengatakan dia tidak punya "keinginan untuk hidup di sebuah negara budak yang bekerja untuk tuan tanah asing".
Pengamat Asia veteran Robert Broadfoot mengatakan perdebatan sengit tersebut dapat diperkirakan karena Canberra perlu mengajukan amendemen yang mengijinkan kepemilikan lebih dari 15 persen ASX oleh pihak manapun.
"Saya pikir Singapura tahu itu," kata Broadfoot, direktur pelaksana Konsultan Risiko Politik dan Ekonomi yang berbasis di Hongkong.
"Jika anda melihat infrastruktur keuangan utama seperti ASX, akan tidak bertanggungjawab bagi negara tuan rumah untuk tidak melihat pertimbangan keamanan nasional."
Para pejabat Singapura telah menahan diri memberikan komentar atas serangan-serangan oleh para politisi Australia tersebut, menganggapnya sebagai masalah antara kedua bursa.
Para kritikus Australia juga keluar bersama-sama menentang pengambilalihan Optus oleh Telekom Singapura pada 2001 senilai 14 miliar dolar Australia (13,6 miliar dolar AS pada kurs saat ini), tetapi Optus kini menjadi perusahaan yang menguntungkan.
Singapore Power milik pemerintah memiliki aset energi senilai 9 miliar dolar Australia (8,74 miliar dolar AS) dan menyuplai listik dan gas di negara bagian Victoria.
Dengan perkiraan cadangan devisa sebesar 200 miliar dolar AS dan ekonomi menarik bergerak tumbuh hingga 15 persen tahun ini, Singapura memiliki amunisi melimpah untuk gerakan akuisisinya.
Singapura umumnya melakukan investasi global melalui kendaraan kembarnya, Temasek Holdings dan GIC.
Perdebatan sekarang ini muncul sesudah kontroversi di Thailand atas pengambilalihan raksasa telkom Shin Corp oleh Temasek pada 2006, yang memicu krisis politik yang mengarah pada jatuhnya perdana menteri Thaksin Shinawatra.
Para kritikus Thailand juga menentang pengambilalihan berdasarkan alasan nasionalis dan masalah tersebut terbakar sesudah terungkap bahwa keluarga Thaksin tidak membayar pajak atas uang dari penjualan saham Shin Corp mereka kepada Temasek.
Bentuk merger ini akan merupakan hubungan lintas batas pertama antara bursa saham Asia-Pasifik CEO SGX asal Swedia yang berlari marathon, Magnus Bocker, sesudah mengitegrasikan delapan bursa di Eropa utara.
"Kesepakatan tersebut punya arti sangat strategis karena akan mendorong gabungan ASX-SGX membentuk liga bursa utama di dunia," kata Kenneth Ng dari bank CIMB.
"Keduanya akan relevan dalam dunia yang berubah yang mengglobal, bursa internasional." (ANT/K004/TERJ)
Penerjemah: Kunto Wibisono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010