Jakarta (ANTARA) - Dari petani untuk petani, begitulah cerita bagaimana 3 pebisnis muda Tanah Air memberdayakan masyarakat dan mengharumkan nama besar Indonesia di pasar internasional.
Mengolah hasil pertanian, ketiganya mampu menaklukan dan berbisnis di kancah global, siap memberikan inspirasi bagi pelaku usaha dalam negeri lainnya yang ingin melebarkan sayapnya di luar negeri.
Sosok tersebut adalah Trisila Juwantara selaku Founder Yuasafood, pioneer budidaya tanaman Carica, pengolahan carica, wisata alam, wisata edukasi serta kewirausahaan yang sukses membuka banyak peluang pekerjaan dan mencetak ratusan wirausaha baru di Wonosobo.
Trisila memiliki visi untuk menciptakan produk makanan berbahan baku lokal dengan standar kualitas dan pemasaran global. Pihaknya, telah melakukan eskpor ke Thailand, Malaysia, Singapura pada tahun 2016 hingga 2019 masing-masing sebanyak 1 container yang terdiri dari 8 ton bahan jadi dalam bentuk frozen dan kemasan.
Tak mau sukses sendiri, Trisila membentuk kluster kluster usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) untuk mengolah carica. Dia menggandeng Dinas Koperasi setempat dan kelompok pemuda desa di Dieng. UMKM inilah yang kemudian menyerap pasokan carica yang berlebih dari petani.
“Multiplier effect ini kami coba lakukan sehingga buah carica bisa menjadi icon, tidak hanya bagi Wonosobo tetapi Jawa Tengah dan Nasional,” tuturnya saat Festival Ide Bisnis by Xpora BNI, Rabu.
Kisah Kadek Surya Prasetya Wiguna selaku pemilik Cau Chocolates Bali juga tak kalah menarik.
Kadek, memiliki cita-cita mulia untuk melihat petani Bali yang selama ini relatif masuk golongan masyarakat miskin, menjadi memiliki harapan yang lebih baik untuk penghidupan mereka melalui pertanian kakao fermentasi organik.
Kini, Cau Chocolates bekerjasama dengan ratusan petani kakao di seluruh Bali, untuk menghasilkan biji kakao organik berkualitas tinggi melalui proses fermentasi.
Di Kabupaten Tabanan lebih dari 15 kelompok tani dengan anggota tidak kurang dari 20 orang petani kakao setiap kelompok, sebagai mitra Cau Chocolates dalam menghasilkan biji kakao organik terfermentasi. Sementara di Kabupaten Jembrana, Cau Chocolates juga bekerjasama dengan sebuah koperasi tani yang bernama Koperasi KSS yang beranggotakan lebih dari 600 orang petani.
Didirikan pada Desember 2014 dan mulai beroperasi pertengahan 2016, PT Cau Chocolates International mulai mengekspor produk chocolate ke New Zealand, Australia, Singapura, Malaysia, dan sedang mempersiapkan diri untuk melakukan ekspor ke Amerika.
Keberhasilan eskpor tersebut, dikatakan Kadek, tak terlepas dari peran BNI lewat program BNI Xpora.
“BNI Xpora sangat membantu kita. Bagaimana BNI menyiapkan kantor cabang di luar (negeri) sehingga dapat bekerja sama dengan UMKM untuk mendapatkan market di luar negeri” ungkap Kadek.
Hal serupa dilakukan oleh Wildan Mustofa dan sang istri, dalam membantu petani kopi di Pangalengan, Bandung lewat usahanya yang bernama Java Frinsia.
Melalui perusahannya, CV Frinsa Agrolestari, Wildan memberikan deposit untuk petani dan kemudian nantinya petani akan menanam kopi sesuai pesanan. Frinsa sengaja memberikan fasilitas bibit dengan harga murah agar warga tertarik menjadi kopi.
Kendati demikian, petani yang mendapat bantuan juga tidak diwajibkan menjual hasil panen kopi mereka ke Java Frinsa, alias mereka bebas menjual kemana pun.
Wildan bercerita, salah satu kunci sukses keberhasilannya adalah jejaring yang luas atau networking. Dirinya selalu membuka diri untuk terhubung dengan sesama pengusaha kopi, pemerintah, perbankan hingga petani kopi. Ia menegaskan bahwa mengembangkan diri adalah keharusan.
"Barangsiapa hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia adalah orang yang merugi dan barangsiapa hari ini lebih baik daripada hari kemarin, maka ia adalah orang yang beruntung,” ungkap Wildan dengan semangat.
Saat ini, Green Bean Kopi Java Frinsa telah diekspor ke 4 negara, di antaranya Australia, Norwegia Amerika Serikat dan China dengan menerima pembayaran Telegraphic Transfer (TT) karena rata-rata pembeli mereka adalah buyer lama.
Selain terkenal di kancah internasional, Java Frinsa juga memenuhi permintaan pasar lokal yang mana pemasarannya mengandalkan Instagram dan Tokopedia.
Kesuksesan ditopang Perbankan
Tak hanya Trisila dan Kadek yang berhasil menjadi primadona mancanegara berkat dukungan BNI, Wilda juga menyampaikan bahwa kesuksesan usahanya bersama para petani mitra, tidak terlepas dari fasilitas perbankan yang disiapkan BNI.
Mulai dari Kredit Ekspor, dimana dirinya mendapatkan dukungan pembiayaan dengan jaminan kontrak dari pembeli. Ketika kontrak itu dibayarkan oleh pembeli, kreditnya langsung dilunasi.
BNI juga memberikan Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk petani mitra dan koperasi. Kemudian dukungan Kredit Investasi yang digunakan untuk mengembangkan perkebunan kopinya. Lebih dari itu, seluruh proses transaksi atau pembayaran jadi lebih mudah.
"Pembayaran kepada mitra & petani bisa lewat BNI Direct, serba online. Engga perlu ke bank lagi,” tuturnya.
Ia menekankan kendati di tengah pandemi, kegiatan pembayaran tetap berjalan lancar berkat dukungan penuh BNI. Valas juga bisa ditukar dengan rate yang cukup bagus, sehingga transaksi keuangan dan lalu lintas dana lancar.
Lebih lanjut Wildan bahwa ia tak pernah berhenti dan terus melakukan riset serta menerapkan proses produksi efektif dan efisien demi menghasilkan produk berkualitas. Berkat kerja kerasnya, Green Bean Kopi khas tanah pasundan, kini telah memiliki 10 varietas.
“Green Bean Kopi yang siap jual diperoleh setelah melalui 5 tahap pengolahan kering dan 11 tahap pengolahan basah, mulai dari pemetikan hingga pengemasan,” pungkasnya.
Dengan omzet Rp12 miliar per tahun, Java Frinsa mempunyai banyak penghargaan antara lain Kopi Java Frinsa Estate digunakan oleh juara 1 Hungarian Barista Championship 2019. Juara ke-3 kategori Best Filter Coffee di Helsinki Coffee Festival 2018, Finlandia. Runner-up Indonesian Portrait Country Selection Coffee di Atlanta, tahun 2016 serta Runner up Coffee Auction S.I.A.L. Interfood di Jakarta, tahun 2015.
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021