Jakarta (ANTARA News) - Wakil Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, pemahaman bahwa industri tembakau baik untuk ekonomi merupakan propaganda yang dibuat oleh perusahaan rokok.

"Pengertian industri tembakau, meski buruk untuk kesehatan, tetapi baik untuk ekonomi negara merupakan propaganda yang dibuat oleh perusahaan rokok," kata Direktur Tobacco Free Initiative WHO, Dr. Douglas Bettcher, saat diskusi dengan media mengenai bahaya rokok di kantor perwakilan WHO di Jakarta, Rabu.

Dalam Forum Ekonomi Dunia di Jenewa, menurut dia, disepakati ada delapan penyakit tidak menular yang bisa menambah beban negara dan lebih beresiko daripada penyakit menular.

Menurutnya, enam dari delapan penyakit tidak menular yang menjadi penyebab kematian di dunia diakibatkan oleh konsumsi tembakau.

Ia juga menjelaskan kerugian yang diakibatkan oleh rokok mencapai 1,2 miliar dolar AS, sekitar 5-7 kali keuntungan pemerintah dari cukai produk tembakau tersebut, sehingga jelas lebih merugikan.

Menurut warga negara Kanada itu, ada beberapa bukti bahwa kebijakan menaikkan pajak telah menurunkan angka perokok.

"Thailand memberlakukan cukai sampai 75 persen dari harga rokok dan sukses mengurangi angka perokok serta menaikkan pendapatan negara," kata Bettcher.

Mesir, lanjutnya, menaikkan cukai rokok sampai 40 persen dan menggunakan penerimaan dari pajak itu untuk mendanai layanan kesehatan bebas biaya.

"Di Indonesia, masyarakatnya permisif dan tidak ada batasan pada iklan di media dan sponsor pada acara atau kegiatan anak muda, seperti musik dan acara olah raga," katanya

WHO mengakui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang dilakukan kalangan swasta, tetapi tidak mengakui kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan tembakau, kata Bettcher.

"Perusahaan tersebut pada dasarnya membunuh setengah dari konsumennya, jadi tidak bisa dibilang sebagai bertanggung jawab secara sosial," kata Bettcher yang akan berada di Jakarta hingga Jumat.

Ia menyarankan pemerintah Indonesia menerapkan larangan merokok di tempat umum, ada gambar peringatan pada bungkus rokok, pelarangan iklan dan sponsor perusahaan rokok untuk pagelarlan musik dan olah raga sepenuhnya, serta membuka jalur telepon untuk perokok yang ingin berhenti.

"Kami bukan ingin mematikan industri tembakau, tetapi hanya ingin aturan ketat supaya masyarakat dapat hidup dalam lingkungan sehat dengan membuat keputusan benar," imbuhnya.

Ia menjelaskan sekitar 10-15 persen kematian di Indonesia berkaitan dengan rokok.
(KR-IFB/A027)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010