Jakarta (ANTARA News) - Suara riuh terdengar di gedung serbaguna di Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Ratusan anak berseragam merah putih dan biru putih sudah duduk rapi. Mereka menunggu kedatangan tamu istimewa yang datang berkaitan dengan situasi Gunung Merapi.

Di sudut dekat pintu masuk, ibu-ibu duduk di tikar. Ada yang menggendong anak sambil berusaha menidurkan mereka dan ada juga yang hanya ngobrol dengan sesama.

Tampaknya kondisi tersebut semakin mengeratkan silaturrahmi karena pada hari biasa mereka sibuk dengan kegiatan sehari-hari baik berdagang di lokasi wisata sekitar Merapi maupun yang bertani.

Para ibu dan murid SD serta SMP itu berkumpul untuk menyambut kedatangan Wakil Presiden Boediono dengan rombongan.

Tidak lama kesibukan mulai terlihat, beberapa orang berseragam safari abu-abu membelah jalan yang sebelumnya dipenuhi para pemburu berita.

Lalu terlihat Wapres yang mengenakan kemeja putih lengan pendek dan celana bahan bewana hitam didampingi Ibu Herawati Boediono yang dalam kunjungan itu berbatik hijau.

Di antara rombongan terlihat Menteri Sosial Salim Segaf al-Jufri, Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, Meko Kesra Agung Laksono dan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto.

Wajah-wajah lugu yang ceria terlihat menyambut mereka. Wapres menyalami beberapa siswa dan guru dan menanyakan kondisi mereka di posko pengungsian.

Kehadiran Wapres tidak lama, lalu bersama rombongan bergerak ke kantor kepala Desa Hargobinangun yang dijadikan posko pengungsian untuk warga Kecamatan Pakem yang ditempuh berjalan kaki sejauh tidak lebih dari 50 meter.


Semangat Belajar

Seragam merah putih yang dikenakannya cukup rapi meskipun Dimas Prakosa, siswa kelas enam SD Kaliurang 2 harus tinggal sementara di posko pengungsian.

Tubuhnya yang berisi dan rambut berponi juga terlihat sehat, mungkin karena mereka baru sehari di pengungsian setelah status Gunung Merapi dinyatakan awas pada Senin (25/10) lalu.

Sejak berstatus awas, pemerintah setempat telah mengevakuasi secara swadaya para kelompok rentan di antaranya lansia, ibu hamil, balita dan penyandang cacat.

Pemerintah juga menutup sekolah-sekolah di kawasan yang masuk dalam peta rawan bencana di antaranya SD Kaliurang 1 dan 2.

Sekolah Dimas yang berada di Kaliurang, Pakem, terpaksa ditutup dan untuk sementara dia bersama seluruh murid belajar menumpang di SD Purworejo pada sore hari.

"Belajarnya kurang konsentrasi karena berisik sebab kelasnya digabung. Tapi kami senang masih bisa bersekolah," kata Dimas.

Teman sekelasnya, Usman Naufal Yunanto juga berpendapat sama. Ia ingin semua segera berakhir dan bisa kembali belajar di sekolahnya.

Meskipun harus menumpang belajar di sekolah lain dengan kondisi yang jelas tidak nyaman, api semangat masih terlihat di bola mata mereka yang jernih.

Keceriaan murid-murid itu tidak berlangsung lama, Merapi yang siang harinya mengintip malu-malu di balik awan yang menutup puncaknya, mengeluarkan asap panas pada pukul 17.00 WIB.

Semburan "wedus gembel" Merapi sudah menelan 25 orang korban jiwa hingga saat ini termasuk Mbah Marijan, juru kunci Merapi yang ditemukan meninggal dalam posisi sujud di rumahnya.

Perisitwa itu mungkin akan terus terpatri dan menjadi salah satu catatan penting sepanjang perjalanan hidup mereka karena Merapi yang merupakan gunung api teraktif di dunia suatu saat diperkirakan akan kembali memuntahkan kemarahannya.

Sebagai anak-anak yang kehidupannya masih diwarnai masa bermain, penanganan yang tepat akan mengembalikan keceriaan mereka meskipun selalu berada dalam intaian Merapi. (D016/K004)

Oleh Oleh Desi Purnamawati
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010