Perubahan birokrasi ini berakibat pada alokasi anggaran

Jakarta (ANTARA) - Anggota Pokja Nasional Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial Diah Y. Suradiredja mengatakan pemerintah harus mempersiapkan biaya infrastruktur birokrasi dalam soal Kebijakan Penetapan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) untuk Perhutanan Sosial (PS) di Jawa.

“Saya mengingatkan kepada pemerintah karena apapun, tanggung jawab pemerintah. (Perum) Perhutani hanya operator, mengikuti semua kebijakan,” ujar Diah Suradiredja dalam webinar di Jakarta, Selasa.

Diah yang juga menjabat sebagai Penasehat Senior Strengthening Palm Oil Sustainability in Indonesia Keanekaragaman Hayati (SPOSI Kehati) mengatakan, biaya infrastruktur itu akan mengurusi proses pengalihan tenaga kerja dari Perhutani kepada negara.

Hal itu mulai dari pengaturan di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, rasionalisasi Pegawai Harian Tetap ke Unit Pelaksana Teknis pengelola PS di Jawa, biaya transisi dari pekerja BUMN ke Aparatur Sipil Negara, dan juga proses lainnya.

Persiapan kedua dari negara, ujar dia, antara lain mencakup biaya infrastruktur fisik kantor, biaya kepindahan pegawai dan fasilitas pegawai.

Adapun yang ketiga adalah biaya kelembagaan atau pengaturan mekanisme kerja dan hal-hal untuk operasional UPT. Poin keempat, yaitu biaya pengelolaan aset yang diserahkan ke Perum Perhutani ke Negara/Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Baca juga: KLHK: Perhutanan sosial berikan dampak nyata untuk masyarakat

Terakhir, sebut Diah, merupakan biaya masa transisi dari Perhutani ke proses persetujuan pengelolaan PS. “Perubahan birokrasi ini berakibat pada alokasi anggaran,” terangnya.

Dia menyampaikan beberapa konsekuensi tersebut atas dasar perubahan Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 tahun 2010 tentang Perhutani yang diubah oleh PP No. 23 tahun 2021 tentang KHDPK.

Direktur PS dan Operasional Perum Perhutani Natalas Anis Harjanto mengatakan pihaknya akan mengikuti setiap aturan yang dibentuk oleh regulator, yakni dari pihak KLHK dan Kementerian BUMN.

“Saya yakin apa yang sedang di-design oleh regulator akan baik untuk Perum Perhutani. Saya yakin mereka sudah berpikir panjang,” ucapnya.
Baca juga: Menteri LHK: Perhutanan sosial bisa jadi area pengembangan terpadu

Bagi Natalas, apa yang menjadi tantangan Perhutani adalah bagaimana dapat berkreasi dan produktif dalam memanfaatkan tanah secara intensif.

Terkait revisi PP 72, dikatakan bahwa Perhutani akan melakukan berbagai perubahan, di antaranya adalah adanya rancangan pengelolaan hutan berdasarkan rencana pengaturan kelestarian hutan.

Dalam arti, rencana panjang 10 tahunan yang didasarkan kepada luas yang ada saat ini, yaitu 2,4 juta hektare, akan dikurangi.

Katakanlah, ungkap dia, luasnya dikurangi menjadi satu juta, maka Perhutani harus memulai kembali pengelolaan agar dapat menjadi berkelanjutan, sehingga bisa terencana dengan baik antara aktivitas penebangan dan kegiatan penanaman.

Baca juga: KLHK intensifkan formulasi aturan pengelolaan perhutanan sosial

Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2021