Kudus (ANTARA News) - Ratusan ribu hektare hutan milik negara maupun milik rakyat yang tersebar di sejumlah kabupaten/kota di Jawa Tengah, tergolong kritis.
"Jumlah total luas areal hutan di Jateng mencapai 1.022.955 hektare. Sedangkan hutan kritis mencapai 696.797 hektare, meliputi kondisi hutan agak kritis seluas 551.864 hektare, kritis seluas 136.366 hektare, dan sangat kritis seluas 8.567 hektare," ujar Kepala Bidang Rehabilitasi dan Pengembangan Sumber Daya Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Peni Rahayu.
Peni ditemui usai acara Dialog Pembentukan Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk Penyelamatan Hutan Kawasan Muria yang digelar di Universitas Muria Kudus, di Kudus, Selasa.
Ia mengatakan, dari total luas hutan yang ada di Jateng, seluas 647.133 hektare di antaranya merupakan kawasan hutan negara, sedangkan 375.822 hektare merupakan kawasan milik rakyat namun mempunyai fungsi seperti hutan.
Kawasan hutan kategori kritis, katanya, tersebar di sejumlah kawasan, seperti Dieng (Wonosobo dan sekitar), Gungung Muria (Kudus, Pati, dan Jepara), dan DAS Solo (Surakarta dan sekitarnya).
"Kerusakan paling parah terjadi di Kabupaten Wonogiri," ujarnya menegaskan.
Ia mengatakan, salah satu penyebab terjadinya kerusakan hutan di Jateng karena pengelolaan kawasan hutan yang tidak tepat. "Hal ini dapat dilihat dalam pemanfaatan lahan di kawasan hutan milik rakyat yang marak difungsikan sebagai lahan pertanian," ujarnya.
Untuk itu, kata dia, Pemprov Jateng berupaya maksimal melakukan rehabilitasi kawasan hutan kritis dengan sejumlah kegiatan, seperti progam gerakan rehabilitasi hutan (Gerhan), "One Man One Tree", dan "One Billion Indonesian Trees".
Sedangkan dana pendukung kegiatan rehabilitasi hutan kritis, katanya, Pemprov Jateng mengalokasikan dana sebesar Rp3 miliar ditambah dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang kehutanan yang dikucurkan langsung dari APBN pusat.
"Selain itu masih ada `sharing` pendanaan dari masing-masing kabupaten/kota di Jateng yang terdapat hutan kritis," ujarnya.
Dengan tersedianya dana yang cukup besar tersebut, dia menargetkan, selama 2010 bisa menanam 100 juta pohon di Jateng.
Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Pemali Jratun C Kukuh Sutoto menambahkan, pengelolaan lingkungan, termasuk kawasan hutan seharusnya menggunakan pendekatan ekosistem DAS agar mudah diketahui daerah yang pengelolaan lingkungannya masih perlu perbaikan.
Pasalnya, kata dia, pengelolaan lahan yang kurang tepat di daerah hulu dapat berimbas di kawasan hilir.
Salah satu contohnya, lanjut Kukuh, penyebab banjir di Kabupaten Kudus tidak hanya karena kerusakan hutan di kawasan Muria, namun dipengaruhi pula aliran Sungai Lusi (Blora dan Purwodadi) serta Sungai Serang (Boyolali).
Terkait dengan areal hutan kritis di kawasan Pegungungan Muria, katanya, mencapai 2.306,83 hektare dari total lahan seluas 230 ribu hektare.
"Persoalan ini harus dilakukan lintas batas, sektoral, dan lintas disiplin keilmuan," ujarnya. (AN/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010
Siap-siap Penduduk Indonesia mengungsi keluar negeri sebelum kelelap banjir.
Bangsa Indonesia kasihan dech,saking serakkahnya para pemimpin / aparatnya sampai2 keselamatan diri sendiri saja tak terpikirkan.begitu juga Rakyatnya saking gobloknya,sehingga tak peduli lingkungan sendiri rusak parah.
Bencana demi bencana rupanya belum cukup menyadarkan nya.
Bangsa lain sibuk mengurus lingkungannya.
Bangsa Indonesia sibuk merusak lingkunganya.