"Pada saat kebutuhan naik, teman-teman di pabrik meningkatkan bahan baku impor. Mereka hitung, dinaikkan lah (impor bahan baku) kira-kira empat kali lipat. Begitu bahan baku diproses, (kebutuhan) naiknya sudah delapan sampai 12 kali lipat," kata Budi dalam konferensi pers secara virtual yang dipantau dari Jakarta, Senin.
Menurut data Kementerian Kesehatan, kebutuhan obat terapi COVID-19 mulai meningkat pada awal Juni 2021, seiring dengan kenaikan angka kasus penularan virus corona. Selama Juni 2021, kebutuhan obat COVID-19 meningkat dua sampai empat kali lipat.
Pada bulan Juli 2021, peningkatan kebutuhan obat COVID-19 semakin besar, berkisar antara delapan sampai 12 kali lipat. Kebutuhan obat COVID-19 tercatat meningkat sampai 12 kali lipat pada 15 Juli dan kemudian menurun menjadi delapan kali lipat pada akhir Juli.
Menurut Budi, kecepatan produksi perusahaan-perusahaan farmasi nasional belum mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan obat terapi COVID-19 di Tanah Air.
Ia menjelaskan bahwa dibutuhkan waktu empat sampai enam pekan untuk mengimpor bahan baku, mengolah bahan baku menjadi obat, serta mendistribusikan obat ke apotek dan fasilitas kesehatan.
"Itu yang mengakibatkan saat gelombang pandemi masuk dengan cepat, kita enggak siap langsung dengan obat-obatannya. Kita coba dengan impor (produk jadi) juga butuh waktu," katanya.
Budi mengatakan bahwa obat terapi COVID-19 produksi gabungan perusahaan farmasi Indonesia sekarang sudah mulai masuk ke apotek.
Selain itu, ia melanjutkan, ada tiga obat terapi COVID-19 impor yang mulai masuk ke Indonesia sejak pekan pertama Agustus 2021, yakni Remdesivir, Tocilizumab 400 mg/20 ml, dan IVig 50 ml .
Dia memerinci, obat terapi COVID-19 impor yang sudah masuk meliputi Remdesivir sebanyak 1.173.919 dosis, Tocilizumab 400 mg/20 ml sebanyak 115.594 dosis, dan IVig 50 ml sebanyak 286.921 dosis.
Budi menjelaskan pula bahwa Kementerian Kesehatan telah mulai melakukan uji klinis pada beberapa obat terapi COVID-19 produksi dalam negeri bekerja sama dengan rumah sakit.
"Mudah-mudahan bisa mengurangi tekanan kebutuhan obat-obatan impor yang mahal sehingga variasi tata laksana uji klinis perawatan pasien COVID-19 semakin kaya, semakin advance (maju)," katanya.
Baca juga:
Permintaan obat COVID-19 melonjak 12 kali lipat sejak Juni
KPPU masih temukan kelangkaan obat terapi COVID-19 di berbagai daerah
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2021