Penandatanganan surat penolakan itu yang dilakukan bersama di Banda Aceh, Senin, dihadiri puluhan aktivis sipil dan mantan aktivis mahasiswa 1998 serta mantan anggota DPR RI H Ghazali Abbas Adan.
"Kami dari komponen sipil tidak setuju jika Soeharto mendapat gelar pahlawan nasional. Sebab sosok Soeharto tidak layak menerima penghargaan itu," kata Rahmat Djailani, mantan aktivis mahasiswa.
Menurut dia, selama 32 memimpin Indonesia tidak ada prestasi yang ditonjolkan pemimpin Orde Baru tersebut. Malah yang terjadi banyak kejahatan kemanusiaan yang dialami rakyat Indonesia.
Untuk konteks Aceh, kata dia, dalam masa kepemimpinan Soeharto banyak terjadi kejahatan kemanusiaan karena menjadikan provinsi itu sebagai Daerah Operasi Militer (DOM).
"Banyak masyarakat yang tidak tahu apa-apa menjadi korban DOM. Korban itu hingga kini masih menuntut keadilan," katanya.
Koordinator Kontras Aceh Hendra Fadli mengatakan, komponen sipil Aceh tidak bisa melupakan Soeharto ketika berkuasa. Berbagai keputusannya telah merusak tatanan hukum dan keadilan, termasuk operasi militer 1989-1998 di Aceh.
"Operasi militer ini telah melahirkan penderitaan bagi masyarakat. Ratusan orang meninggal karena tindak kekerasan dalam operasi itu dan ratusan lainnya hilang, dianiaya serta rumahnya dibakar," kata dia.
Ghazali Abbas Adan mendukung keinginan komponen masyarakat sipil Aceh menolak rencana pemerintah memberi gelar pahlawan nasional kepada Soeharto.
"Saya mendukung apa yang disampaikan komponen masyarakat sipil ini karena pada masa pemerintahan Soeharto ada kesimpulan terjadi kejahatan kemanusiaan di Aceh," katanya.
Ghazali mengatakan pada saat itu dirinya duduk di DPR dan ditunjuk sebagai anggota tim pencari fakta konflik Aceh pada tahun 1998. Hasil kerja tim menyimpulkan banyak korban tidak bersalah selama operasi militer berlangsung.
Tgk Mahyaruddin, anggota DPR Aceh, menilai yang disampaikan sejumlah komponen sipil itu wajar-wajar saja dalam dinamika era reformasi sekarang ini.
Menurut dia, jasa Soeharto lebih besar ketimbang kekurangannya dalam memimpin Indonesia. Ekonomi masyarakat bisa dikatakan baik, keamanan kondusif, tidak ada pertikaian politik di masa itu.
Oleh karena itu, ia mengharapkan pemerintah menilai secara objektif tanpa ada kepentingan apapun dalam memberi gelar pahlawan nasional kepada Soeharto.
"Terlepas penilaian banyak orang yang menuduhnya zalim, namun saya beranggapan bahwa jasa beliau terhadap negara ini cukup banyak. Kalau ditimbang, mungkin lebih banyak kelebihan daripada kekurangannya," kata politisi PKS tersebut.
(HSA/B010)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010