Gorontalo (ANTARA News) - Alih fungsi hutan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) Provinsi Gorontalo diakui oleh sejumlah pihak bakal merugikan para penambang lokal di kawasan hutan tersebut.
Salah seorang penambang lokal yang berasal dari Kecamatan Suwawa Timur, Irwan Husain mengatakan bahwa rencana alih fungsi hutan taman nasional Bogani Nani Wartabone seluas 15.000 hektar menjadi hutan produksi terbatas telah membuat resah sebagian besar penambang lokal yang lebih dikenal sebagai penambang emas tanpa izin atau Peti.
Dia mengatakan, para penambang lokal akan terancam tak bisa memberi nafkah kepada keluarga jika rencana alih fungsi hutan TNBNW menjadi hutan produksi untuk pertambangan skala besar.
"Jika alih fungsi tetap dilaksanakan dan perusahaan pertambangan skala besar dibuka, maka pasti yang terancam adalah penambang rakyat seperti kami ini," Ujar Irwan, Senin.
Dijelaskan, keberadaan penambang emas tanpa izin di kawasan taman nasional sudah ada sejak tahun 1992, sehingga akan sangat sulit bagi mereka melakukan aktifitasnya jika perusahaan dengan skala besar masuk mengeksploitasi emas di dalamnya.
Ditambahkan, oleh karena itu mereka para penambang lokal sangat berharap keberadaan mereka diberikan izin dengan aturan yang jelas.
"Dan tentunya kami diharuskan untuk ramah lingkungan," Kata Irwan.
Sementara itu, salah seorang aktivis lingkungan dari perkumpulan Komunitas Untuk Bumi, Muhamad Jufri Hard mengatakan bahwa jika kawasan hutan taman nasional tetap dibuka dan diperuntukkan bagi perusahaan pertambangan skala besar maka dipastikan akan terjadi konflik pertambangan.
"Konflik tersebut akan melibatkan para penambang lokal dengan perusahaan tambang skala besar yang dengan kekuatan dananya bisa menyewa anggota kepolisian ataupun Tentara Nasional Indonesia (TNI)," Kata Jufri. (MTO/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010