Sementara, menurut dia, sisanya yakni 23,4 persen dana BPUM digunakan untuk alat produksi dan sebanyak 22,8 persen dipakai untuk konsumsi penerima.
"Artinya bantuan pengusaha usaha mikro ini selain membantu produksi juga membantu sisi konsumsi," kata Suahasil saat menyampaikan hasil survei dalam diskusi daring di Jakarta, Sabtu.
Ia menjelaskan, mayoritas penerima BPUM merupakan usaha informal, pedagang kaki lima, dan warung, sehingga sebagian dana BPUM yang diterima dipakai untuk konsumsi.
"Jadi tidak apa-apa selama penerima juga tetap bisa mendorong keberlangsungan dunia usahanya," ucap Suahasil.
Baca juga: Sri Mulyani salurkan banpres produktif Rp3,6 triliun mulai Juli 2021
Suahasil memaparkan data evaluasi pelaksanaan BPUM tersebut merupakan survei Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan Kementerian Koperasi dan UKM kepada 1.261 usaha mikro dan 93 informan yang mencakup petugas dinas, bank, koperasi, dan Bank Wakaf Mikro (BWF).
"Mayoritas atau sebanyak 69 persen responden telah mengetahui adanya program BPUM, namun masih terdapat 31 persen yang belum paham sehingga ada ruang untuk kebijakan," katanya.
Hasil survei tersebut juga menunjukkan sebagian besar unit usaha penerima BPUM mengaku mengalami kendala penurunan permintaan, yang diikuti kesulitan kas untuk operasional usaha sebanyak 65 persen responden, serta terdapat kendala kenaikan harga bahan baku.
Selain itu, tercatat lebih dari 60 persen penerima BPUM tidak memiliki cadangan kas lebih dari 10 hari, maka dari itu, BPUM sudah tepat diberikan sebagai cash buffer atau penyangga keuangan selama COVID-19.
Baca juga: Bantuan ke UMKM perlu diperpanjang guna atasi dampak dari PPKM
Baca juga: Kemenkop tindaklanjuti temuan BPK terkait BPUM
Pewarta: Agatha Olivia Victoria/Satyagraha
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2021