Hal itu sekaligus sebagai sikap tentangan terhadap Gubernur Jawa Timur Soekarwo yang merencanakan penutupan lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara tersebut. "Saya sudah bertemu Gubernur, dan saya sampaikan bahwa tak bisa lokalisasi Dolly ditutup," ujar Risma, panggilan akrab Tri Rismaharini, Minggu.
Wali kota perempuan pertama di Surabaya itu khawatir, jika lokalisasi ditutup, maka penghuninya atau para PSK-nya akan menjajakan diri atau "berjualan" di pinggir jalan dan semakin membuat tak terkontrol.
Hanya saja, kata dia, penolakannya ini bukan terkait pembelaan untuk melegalkan adanya prostitusi di Surabaya. "Bukannya melegalkan, tapi tidak bisa serta-merta ditutup langsung, itu bukan solusi tepat," tukas istri Djoko Saptoaji tersebut.
Menurut dia, mayoritas penghuni lokalisasi Dolly itu kebanyakan berlatar belakang keluarga miskin, sehingga akar masalahnya adalah perekonomian, dan itulah yang membuat banyak perempuan tercebur dalam dunia prostitusi.
"Kita harus cari tahu akar masalahnya dulu dan melakukan pendekatan yang baik. Memang rata-rata permasalahannya berawal dari kemiskinan. Makanya kita lakukan pendekatan serius," tutur Risma.
Disinggung jurus jitu yang akan dilakukannya terhadap para PSK dan lokalisasi, wali kota yang diusung PDI Perjuangan itu enggan menjelaskannya. Ia hanya mengaku akan menggunakan pendekatan fisik maupun non fisik untuk mengurangi geliat di lokalisasi.
"Selama ini, pendekatan non fisik sudah dilakukan banyak pihak, khususnya pemerintah kota, tapi pendekatan fisiknya belum. Padahal ini yang penting. Bentuknya seperti apa, ya saya belum bisa mengungkapkannya," terang ibu dua anak itu.
Risma juga mengaku tak khawatir dengan kebijakannya yang bakal mengundang kecaman warga Surabaya. Kata dia, 95 persen penghuni Dolly sebenarnya bukan warga asli Surabaya, melainkan dari berbagai daerah.
"Intinya adalah bagaimana cara untuk menertibkan para PSK. Orang berkunjung kesana (Dolly, red), memang untuk itu. Sehingga konsep yang saya buat itu nanti juga mempertimbangkan hal tersebut," jelasnya.
(ANT/A024)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010