kemajuan teknologi juga telah membuat biaya pengembangan pembangkit energi hijau itu terus menurun dan bisa bersaing dengan pembangkit listrik berbahan bakar fosil
Jakarta (ANTARA) - Indonesia merupakan negara kepulauan yang menjadi ladang gunung api aktif terbanyak di dunia. Sabuk sirkum pasifik atau lingkaran api pasifik yang membentang di Tanah Air dari Aceh sampai Papua telah menciptakan 127 gunung api aktif.
Anugerah alam itu memberikan sumber daya panas bumi yang melimpah sebanyak 23,76 gigawatt dengan pemanfaatan saat ini sebesar 2.175 megawatt atau hanya 9,1 persen dari total potensi yang ada.
Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), pemerintah akan mendorong pemanfaatan magma untuk menghasilkan listrik berkapasitas 7,24 gigawatt pada 2025, kemudian bertambah menjadi 9,3 gigawatt pada 2035.
Apabila rencana ambisius itu berhasil, maka Indonesia akan menduduki posisi puncak sebagai lumbung energi panas bumi terbesar di planet ini.
Posisi puncak pemanfaatan listrik panas bumi terbesar dunia masih dipegang Amerika Serikat dengan kapasitas terpasang sebesar 3,67 gigawatt atau hanya selisih 1,5 gigawatt dari kapasitas terpasang yang dimiliki Indonesia sekarang.
Berdasarkan catatan sejarah, Indonesia telah mengembangkan panas bumi sebagai energi terbarukan selama hampir 100 tahun.
Kegiatan pengeboran sumur panas bumi pertama terletak di lapangan Kamojang, Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang dilakukan Kolonial Belanda pada 1926.
Butuh waktu lama hingga akhirnya pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Kamojang unit I dapat menghasilkan energi berkapasitas 130 megawatt pada 1982.
Berselang lima tahun kemudian, PLTP Kamojang unit II dan unit III juga beroperasi memberikan energi berkapasitas 235 megawatt. Hingga kini, PLTP Kamojang masih dimanfaatkan untuk mendukung sistem kelistrikan di Indonesia, tekhusus Jawa Barat.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan ada 14 wilayah kerja kerja panas bumi yang telah menghasilkan listrik sebesar 2,17 gigawatt dengan rencana pengembangan ekspansi 1,34 gigawatt.
Peta sebaran wilayah kerja panas bumi tersebut berlokasi di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara Timur, hingga Sulawesi Utara.
Di tengah isu pemanasan global dan produksi bahan bakar fosil yang terus menurun membuat energi baru terbarukan semakin dikenal luas oleh masyarakat sebagai salah satu solusi mengatasi masalah perubahan iklim.
Kini panas bumi menjadi sumber alternatif energi baru terbarukan yang populer terutama di negara-negara kawasan cincin api yang membentang sepanjang 40 ribu kilometer, seperti Indonesia, Filipina, Jepang, hingga Amerika Serikat.
Selain itu, kemajuan teknologi juga telah membuat biaya pengembangan pembangkit energi hijau itu terus menurun dan bisa bersaing dengan pembangkit listrik berbahan bakar fosil.
Sebelumnya, pengeboran satu sumur panas bumi dapat menghabiskan puluhan juta dolar AS, sekarang berkat kemajuan teknologi hanya menghabiskan anggaran sekitar 2-6 juta dolar AS per sumur.
Meskipun biaya yang dibutuhkan telah menurun signifikan, namun harga itu dianggap masih relatif mahal bila dibandingkan membangun pembangkit listrik berbahan bakar fosil.
Kondisi itu menjadi salah satu tantangan yang membuat pemanfaatan energi panas bumi kurang berkembang secara masif.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan pemerintah telah menyusun sejumlah strategi untuk menghadapi tantangan dalam pemanfaatan panas bumi menjadi energi.
"Kita ini lebih agresif dibandingkan dengan yang lain dari sisi pemanfaatan panas bumi, angkanya sih masih 9 persen. Kita punya roadmap untuk segera mempercepat pemanfaatannya," ujar Dadan Kusdiana.
Baca juga: PGE targetkan kapasitas energi panas bumi naik dua kali lipat
Baca juga: Holding BUMN panas bumi bantu pencapaian target energi baru terbarukan
Tulang punggung transisi energi
Potensi sumber daya panas bumi yang melimpah dapat menjadi tulang punggung transisi energi di Indonesia.
Pemerintah sedang menyusun regulasi dan insentif untuk memaksimalkan pengembangan panas bumi menjadi energi.
Dalam program pengembangan panas bumi 2020-2035, pemerintah telah menyusun sejumlah upaya akselerasi pengembangan panas bumi melalui kolaborasi, manajemen risiko, dan optimalisasi.
Melalui APBN Kementerian ESDM, Badan Geologi akan melakukan pengeboran eksplorasi pada 20 wilayah kerja panas bumi dengan rencana pengembangan 683 megawatt hingga tahun 2024.
Kegiatan pengeboran eksplorasi itu juga bekerja sama dengan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) yang merupakan spesial mission vehicle di bawah Kementerian Keuangan yang bergerak di bidang pembiayaan dan penyiapan proyek infrastruktur.
Kolaborasi kedua lembaga negara tersebut untuk mengebor dua sumur dengan rencana pengembangan 60 megawatt.
Pendanaan pengembangan panas bumi akan bersumber dari pembiayaan infrastruktur sektor panas bumi dan geothermal resource risk mitigation.
Selanjutnya, kegiatan eksplorasi panas bumi juga dilakukan melalui sinergi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berupa joint development antara PT PLN dengan PT Geo Dipa Energi untuk lapangan Chandradimuka dengan rencana pengembangan sebesar 40 megawatt dan joint development PT PLN dengan PT Pertamina Geothermal Energy dengan rencana pengembangan 120 megawatt.
Pemerintah akan mengoptimalkan sumber daya pada wilayah kerja panas bumi yang telah berproduksi dengan pengembangan ekspansi, di antaranya binary Salak 15 megawatt dan Dieng 10 megawatt.
Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), sebuah forum publik yang bergerak dalam isu energi bersih, memandang keberadaan panas bumi yang tersebar di seluruh Indonesia tak hanya berpotensi menjadi tulang punggung transisi energi, tetapi juga bisa memperkuat sistem ketahanan dan kemandirian energi nasional hingga memberikan kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat.
Ketua Umum METI Surya Darma mengatakan kebutuhan energi terbarukan di Indonesia memang tak semuanya ditutupi oleh panas bumi, sehingga perlu sinergi dengan jenis energi terbarukan yang lain.
"Saya kira dengan hidro ini akan mendukung menjadi backbone ditambah nanti dari PLTS," ujarnya.
Baca juga: METI: Panas bumi dapat menjadi tulang punggung transisi energi
Baca juga: Pemerintah berupaya atasi tantangan pengembangan energi panas bumi
Holding BUMN panas bumi
Pemerintah berencana menggabungkan tiga perusahaan panas bumi pelat merah, yakni Pertamina Geothermal Energy, PLN Gas & Geothermal, serta Geo Dipa Energi yang ditargetkan rampung pada tahun ini.
Menteri BUMN Erick Thohir menuturkan holding itu akan menjadikan Indonesia memiliki perusahaan pengelola panas bumi terbesar di dunia.
Pembentukan holding itu merupakan transformasi dan inovasi BUMN dalam menangkap peluang transisi energi melalui pemanfaatan panas bumi menjadi listrik, sekaligus membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat.
"Ini bagian dari renewable energy ke depan yang namanya eco lifestyle. Kita tidak boleh terus terjebak di fosil, dunia sudah berubah," kata Erick Thohir.
Banyak kalangan menilai Pertamina Geothermal Energy akan menjadi kandidat terkuat yang akan memimpin holding perusahaan-perusahan panas bumi pelat merah tersebut.
Saat ini total kapasitas terpasang panas bumi di wilayah kerja cucu usaha Pertamina itu mencapai 1.877 megawatt atau sekitar 88 persen dari total kapasitas terpasang panas bumi di Indonesia.
Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti mengatakan pihaknya masih mendalami rencana penggabungan ketiga BUMN panas bumi tersebut agar holding dapat terlaksana dengan baik.
Menurut politisi Partai Golkar itu penggabungan ketiga perusahaan akan memaksimalkan potensi sumber daya panas bumi dan mempercepat tercapainya target bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada 2025.
Diharapkan ke depan ini bisa meningkatkan kapasitas yang kita miliki untuk bisa mencapai target-target tertentu, ada target 23 persen tahun 2025.
Dalam Undangan-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 33 Ayat 3 menyebutkan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasi oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Penggabungan ketiga BUMN panas bumi itu menjadi booster dalam pemanfaatan magma menjadi energi untuk memberikan manfaat maksimal bagi perekonomian nasional.
Pemanfaatan energi baru terbarukan, kini tak hanya sekedar listrik untuk menyalakan alat-alat elektronik ataupun kendaraan saja, tetapi juga gaya hidup bagi masyarakat Indonesia modern yang mendambakan kehidupan ramah lingkungan.
Baca juga: BRIN: Pemanfaatan EBT solusi energi masa depan ekonomi dan lingkungan
Baca juga: BPPT: Perkuat ekosistem inovasi PLTP tingkatkan kontribusi EBT
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021