Makassar (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri aliran dana yang masuk ke Yayasan Masjid Pucak yang dibangun di atas lahan Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah (NA), di Kampung Ara, Desa Tompobulu, di Kabupaten Maros.

"Fakta persidangan yang disampaikan saksi (kontraktor menyumbang masjid) menjadi rujukan untuk dilakukan pendalaman (penelusuran aliran dana)," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Andry Lesmana kepada wartawan, Jumat.

Dengan pengakuan saksi dua kontraktor bernama Setya Budi alias Thiawudy Wikarso alias Thiao dan Petrus Salim yang memberikan masing-masing Rp100 juta untuk pembangunan masjid itu saat sidang di PN Tipikor kemarin.

Baca juga: JPU KPK siapkan 30 saksi sidang lanjutan Nurdin Abdullah

Oleh karena itu, pihaknya berupaya mengungkap siapa sebenarnya pemilik rekening yayasan mengingat tidak ada kejelasan kepemilikan rekening yayasan masjid itu.

Selain itu, pemberian uang pembangunan masjid terungkap adalah pribadi, bukan bantuan dari "corporate social responsibility" (CSR) perusahaan sehingga patut dicurigai adanya aliran dana lain yang masuk ke pihak yayasan.

Bahkan ukuran masjid tersebut dari bentuk fisik tidak terlalu besar, apalagi para saksi tidak menyebut secara rinci berapa luasnya. Posisi masjid juga berada di lahan perkebunan durian milik terdakwa Nurdin Abdullah, sehingga semakin menguatkan fakta dugaan gratifikasi terhadap terdakwa.

Baca juga: KPK setor uang rampasan ke kas negara dari perkara suap Wahyu Setiawan


Suasana Masjid Pucak dibangun Gubernur Sulsel non aktif Nurdin Abdullah di Dusun Arra, Desa Tompo Bulu, Kecamatan Tompo Bulu, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. FOTO/HO/Dokumentasi Pribadi tim Nurdin Abdullah.

"Dakwaan itu masuk atas dugaan kepentingan pak Nurdin, sebab rekeningnya ada sama pihak yayasan. Keterangan saksi menyebut di sekeliling masjid banyak pohon durian, dan tidak ada aktifitas lalu lalang orang,"ungkap dia.

Dalam sidang, Petrus mengakui sumber uang yang disetorkan ke rekening yayasan masjid Rp100 juta adalah dana pribadi bukan CSR. Ia dimintai uang oleh Syamsul Bahri, ajudan terdakwa, tanpa melalui proposal. Karena kalau memakai dana CSR harus resmi.

Begitu pula Setya Budi dimintai uang Rp100 juta oleh Syamsul Bahri dan baru melihat lokasi setelah peletakan batu pertama pembangunan yang dilakukan langsung Nurdin Abdullah pada 29 November 2020.

Baca juga: KPK pahami kondisi masyarakat tapi tuntutan Juliari sesuai fakta hukum

Secara terpisah, Kuasa Hukum Nurdin Abdullah, Arman Hanis mengatakan tiga saksi yang dihadirkan sudah tegas memberikan informasi sesuai fakta.

Pihaknya membantah bahwa tidak ada sama sekali permintaan Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah secara langsung kepada kontraktor untuk bantuan pembangunan masjid tersebut.

Tim penyidik KPK sebelumnya telah menyita enam bidang lahan milik Nurdin Abdullah termasuk masjid yang dibangun berlantai satu dengan ukuran 9x12 meter, di Dusun Arra, Desa Tompo Bulu, Kecamatan Tompo Bulu, Kabupaten Maros, Sulsel.


Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021