Jakarta (ANTARA) - Air mata pesenam putri Amerika Serikat, Sunisa Lee tidak terbendung ketika dia menghubungi keluarganya melalui panggilan telepon, persis setelah seremoni penyerahan medali emas Olimpiade 2020, Kamis (29/7).
"Kami semua menangis di telepon. Itu momen yang luar biasa, saya sangat bahagia," ujar Lee, yang baru berusia 18 tahun dan merupakan atlet termuda di tim nasional senam AS, dikutip dari Reuters.
Air mata Lee tumpah begitu melihat wajah-wajah orang yang selalu ada untuknya dalam situasi apapun. Dan, memang, perjuangannya untuk sampai ke Olimpiade 2020 tidaklah mudah.
Orang tua Sunisa Lee merupakan pengungsi beretnis Hmong yang datang dari Laos ke Negeri Paman Sam demi mengubah peruntungan hidup.
Besar di komunitas Hmong-Amerika, Sunisa Lee tumbuh sebagai putri yang cenderung aktif. Hobinya jumpalitan di sofa rumah. Namun, alih-alih marah dan melarangnya, kedua orang tuanya justru melihat bakat tersembunyi dan mengarahkan anaknya itu untuk berlatih senam mulai umur enam tahun.
Dengan upaya keras dan dukungan dari keluarganya, Lee akhirnya bisa tampil di turnamen senam junior bergengsi AS, US Classic, pada tahun 2016.
Catatan-catatan baik di setiap turnamen yang diikuti membuat dia dilirik oleh Federasi Senam AS, USA Gimnastics. Dia lalu diikutkan ke turnamen tingkat senior, Kejuaraan Senam Nasional AS pada tahun 2019.
Baca juga: Peluang emas tim senam putri AS tetap paling tinggi
Akan tetapi, perjalanan tak semulus rencana. Beberapa saat sebelum mencatatkan debut di tim senam senior, Lee menyaksikan ayahnya lumpuh setengah badan, dari dada ke bawah, akibat jatuh dari tangga.
Meski begitu, Sunisa Lee tampil fokus dan berhasil merebut medali emas di nomor palang bertingkat dan perak di nomor 'all-around' perorangan putri. Dari sisi prestasi di kejuaraan ini, Lee masih berada di bawah jagoan senam AS Simone Biles yang merebut empat medali emas dari lima nomor yang dipertandingkan di sektor putri.
Kemampuan Sunisa Lee mengantarnya lolos ke Olimpiade 2020 di Tokyo. Dia pun menjadi keturunan Hmong-Amerika pertama yang mewakili AS di Olimpiade.
Sayangnya, dalam persiapan menuju ke pesta olahraga empat tahunan tersebut, Lee kembali diterpa kabar buruk. Paman dan bibinya meninggal dunia akibat COVID-19.
Dunianya hampir runtuh. Lee tidak bisa lupa bagaimana paman dan bibinya rutin membuatkannya teh herbal panas dan memijitnya setelah selesai berlatih.
Masih berbalut duka, Lee malah didera cedera. Pikiran untuk berhenti dari dunia senam melintas, tetapi mental juara membawanya bangkit.
Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2021