"Kita bekerja sama dengan polisi. Polisi akan membantu kami. Kalau menangkap kan kami tidak bisa. Tapi apakah nanti akan dilakukan penangkapan, saya tidak tahu," ujar Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan, Hekinus Manao, saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis.
Ia menjelaskan awal mula dugaan pemalsuan dokumen tersebut terjadi di daerah Tasikmalaya, Jawa Barat. Berdasarkan penelusuran tim dari Irjen Kemenkeu, Pemerintah Daerah (Pemda) Tasikmalaya dihubungi oknum berinisial F yang diduga sebagai calo anggaran.
Menurut dia, F menjanjikan untuk mengeluarkan dana untuk bencana Tasikmalaya yang belum terpakai sebesar Rp23 miliar, namun sebelumnya Pemda yang bersangkutan harus mengirimkan proposal.
"Ada seseorang yang menghubungi pejabat pemda Tasik, yang inisial F. Kemudian F memperkenalkan seseorang berinisial TS. TS yang mengaku dari Sekretariat Negara (Setneg), meminta Pemda Tasik mengajukan proposal," ujar Hekinus.
Kemudian, TS ini memberikan bukti-bukti tanda terima kepada Pemda Tasikmalaya bahwa proposal sudah diterima oleh Bappenas serta Dirjen Anggaran, bahkan kemudian dia mengirimkan DIPA ke Pemda Tasikmalaya.
"Pemda lalu konsultasi ke Kantor Wilayah (kanwil) Ditjen Pembendaharaan di Bandung. Kanwil mengatakan tidak ada DIPA seperti yang diajukan. Baru kemudian Pemda Tasikmalaya mencari yang namanya TS ini," ujarnya.
Hekinus mengaku belum melihat DIPA palsu yang dimaksud, namun DIPA tersebut tidak lazim karena ditandatangani oleh Dirjen Anggaran bukan oleh Dirjen Pembendaharaan.
"DIPA itu aneh, tak lazim. Yang teken (tandatangan) kan harusnya Dirjen Perbendaharaan. Tapi ini malah Dirjen Anggaran. Berkas pendukungnya juga tak lazim. Berkas PU (Kementerian Pekerjaan Umum) dan (Ditjen) Perimbangan Keuangan itu palsu," ujar Hekinus.
Untuk itu, ia mengatakan Kemenkeu sudah memasukkan laporan kepada pihak berwajib segera setelah tim Irjen berhasil melacak keberadaan TS hingga ke Bekasi, Jawa Barat.
"Kami sudah bekerja sama dengan polisi, untuk TS ya, persisnya laporan ini diterima Oktober, tanggalnya saya belum tahu," ujarnya.
Menurut dia, tidak ada kerugian yang dialami negara, namun pemerintah daerah bisa mengalami kerugian apabila mengeluarkan sejumlah dana untuk calo anggaran.
"Tapi yang jelas tidak ada kerugian negara, yang rugi Pemdanya. Pemdanya keluar uang untuk bayar orang. Saya menduga Pemdanya juga senang," ujar Hekinus.
Pemalsuan dokumen Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) muncul seiring terbitnya pengumuman Kementerian Keuangan Nomor Peng-1/SJ.6/2010 tentang Antisipasi Praktik Penipuan Dokumen Anggaran.
Dokumen DIPA yang dipalsukan itu, antara lain soal dana transfer ke daerah atau menjadi bagian dari dana perimbangan keuangan yang jumlahnya meningkat dari tahun ke tahun.
Untuk mengingatkan agar tidak terjadi penipuan, Kementerian Keuangan menegaskan, seluruh pembahasan RUU APBN atau APBN-Perubahan tidak pernah dilakukan di luar forum resmi, dan keputusan dilakukan di DPR. (S034/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010