Jakarta (ANTARA/JACX) - Sebuah tangkapan layar dari media sosial Twitter mengklaim vaksinasi tidak lebih baik dibanding imunitas yang didapat penyintas COVID-19.

Dalam bahas Inggris, pengunggah narasi di Twitter itu mengklaim ada data resmi yang membenarkan pendapatnya. Dia juga menyertakan sebuah tautan.

Berikut narasinya:

Here’s the official data showing people with natural immunity do better than the double vaxxed:
Coronavirus (COVID-19) Infection Survey technical article: analysis of reinfections of COVID-19 – Office for National Statistics
https://www.ons.gov.uk/peoplepopulationandcommunity/healthandsocialcare/conditionsanddiseases/articles/coronaviruscovid19infectionsurveytechnicalarticleanalysisofreinfectionsofcovid19/june2021

(Ini adalah data resmi yang menunjukkan orang yang imunitas natural (infeksi alami) lebih baik daripada double vaksin.
Artikel teknis Survei Infeksi Coronavirus (COVID-19): analisis infeksi ulang COVID-19 – Kantor Statistik Nasional).

Namun, benarkah imunitas yang diperoleh penyintas COVID-19 lebih baik dibanding mereka yang divaksin?

Tangkapan layar hoaks antibodi penyintas COVID-19 lebih baik daripada divaksin. (Twitter)

Penjelasan:
Klaim tentang imunitas penyintas COVID-19 lebih baik dibanding vaksinasi COVID-19 merupakan pernyataan yang menyesatkan.

Melansir situs Alodokter, orang yang sudah sembuh dari COVID-19 memang memiliki antibodi alami yang mampu mengenali dan melawan virus Corona. Tapi, belum ada penelitian lebih lanjut mengenai berapa lama antibodi itu bisa melindungi tubuh.

Di sisi lain, ada kemungkinan orang yang pernah terinfeksi COVID-19 bisa kembali terinfeksi. Oleh karena itu, penyintas COVID-19 juga perlu divaksin tapi dengan jeda waktu tertentu.

Seorang ahli virologi Sabra Klein, dalam wawancara dengan situs kampus kesehatan masyarakat John Hopkins, menyebut seorang yang pernah terinfeksi COVID-19 memiliki antibodi yang bertahan sampai enam bulan. Antibodi itu pun akan semakin melemah seiring waktu.

Sementara, orang yang divaksin akan mendapat imunitas yang lebih kuat dan bertahan lama, yakni setahun bahkan bisa lebih lama.

Menurut Sabra, kekuatan imunitas itu terjadi karena vaksin seperti Pfizer dan Moderna dibuat dengan target meniru spike protein, antigen yang yang mudah dikenal dari virus Corona, sehingga antibodi tubuh akan lebih mudah mengenalinya.

Spike protein merupakan bagian virus berbentuk seperti paku-paku yang menancap pada permukaan. Spike protein berperan penting dalam infeksi virus, karena menjadi pintu masuk virus SARS-CoV ke dalam inangnya (sel manusia). Vaksin akan membentuk antibodi tubuh, yang dapat menghancurkan spike protein, sehingga lebih efektif dalam membunuh virus.

Vaksin COVID-19 juga sudah memiliki kemampuan mendeteksi virus varian baru, yakni varian Delta. Sedangkan penyintas COVID-19 meski sudah memiliki antibodi, belum tentu dapat mendeteksi dan melawan varian baru virus.

Mengutip Turnbackhoax.id mengenai laporan resmi yang ditautkan pengunggah narasi di Twitter, itu adalah laporan badan statistik di Inggris yang sama sekali tidak membuat perbandingan kekebalan antara orang yang divaksin dengan orang yang pernah terinfeksi COVID-19.

Fokus utama yang disampaikan dalam laporan tersebut menunjukkan orang yang sudah pernah terinfeksi COVID-19 jarang yang terinfeksi untuk kedua kalinya. Laporan tersebut tidak membahas sama sekali pelaporan infeksi COVID-19 dari orang sudah vaksin.

Klaim: Penyintas COVID-19 memiliki imunitas lebih baik dibanding vaksin
Rating: Disinformasi

Cek fakta: Hoaks! Masjid-Kios dibakar karena langgar PPKM

Cek fakta: Hoaks! China akui Sinovac tak ampuh

Pewarta: Tim JACX
Editor: Imam Santoso
Copyright © ANTARA 2021