"Jika infrastruktur tumbuh, maka ekonomi juga akan tumbuh terus ke arah yang lebih positif," ujarnya di Jakarta, Kamis.
Selain menyarankan menggunakan aliran modal masuk (capital inflow) untuk pembangunan infrastruktur dan proyek lainnya, ia mengemukakan, bank sentral perlu membuat kebijakan moneter dan fiskal yang tepat seperti penerbitan instrumen jangka menengah dan jangka panjang.
Menurut dia, dengan masuknya aliran modal ke instrumen jangka menengah dan jangka panjang akan menahan jika sewaktu-waktu terjadi pembalikan arus modal (sudden reversal).
"Capital inflow saat ini sudah dikelola dengan baik oleh bank sentral. Akan lebih baik jika ditempatkan kepada instrumen jangka menengah atau jangka panjang," ujarnya.
Ia juga mengatakan, dengan kondisi pemulihan yang terjadi pada saat ini, Indonesia dapat mengelola aliran modal masuk dan menghindari potensi bubble.
"Adanya apresiasi rupiah dan masuknya capital inflow ke Indonesia dalam jumlah besar, meningkatkan perekonomian domestik, namun Indonesia dapat mengatasi potensi bubble karena inflasi tetap terjaga," ujarnya.
Dengan inflasi terjaga yang dibawah 6 persen serta kebijakan moneter yang tepat dari bank sentral, lanjut dia, bubble dapat dihindari.
"Kita melihat di Indonesia inflasi masih dalam jangkauan dan kami tidak melihat bukti harga properti naik serta kemungkinan bubble mulai meningkat," ujarnya.
Secara keseluruhan, ia mengatakan mengelola arus modal masuk ke kawasan Asia merupakan tantangan sulit karena menawarkan banyak kesempatan sekaligus membawa berbagai resiko potensial terhadap stabilitas keuangan.
"Upaya jangka panjang adalah bagaimana mengelola arus modal kepada proyek infrastruktur dan proyek lain, sedangkan upaya jangka pendek adalah bagaimana mengelola modal agar tidak terjadi kelebihan likuiditas dan memberikan tantangan institusi finansial," ujar Anoop.
Menyeimbangkan kembali pertumbuhan ekonomi merupakan prioritas utama dalam jangka menengah. Mengingat permintaan eksternal dari negara-negara maju kecil kemungkinan untuk kembali ke tingkat sebelum krisis dalam waktu dekat, maka Asia membutuhkan permintaan domestik yang lebih kuat.
"Berbagai reformasi dibutuhkan untuk mendukung konsumsi domestik dan investasi, termasuk memperkuat jaring pengaman sosial, memastikan akses kepada kredit, mengurangi pembatasa sektor jasa dan perbaikan infrastruktur," ujar Anoop.
(ANT/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010