Jakarta (ANTARA) - Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia menyatakan bahwa desa dan kelurahan seharusnya menjadi ujung tombak dari perlindungan awak kapal perikanan Warga Negara Indonesia (WNI), baik yang bekerja di perairan dalam negeri maupun di mancanegara.

"Hal ini sesuai ketentuan UU 17/2018 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia terutama pada pasal 42 yang memberi kurang lebih lima poin penugasan kepada pemerintah desa dan kelurahan," kata Koordinator Nasional DFW Indonesia, Moh Abdi Suhufan, di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, keberadaan sejumlah kelompok yang bertujuan memperkuat perlindungan awak kapal perikanan akan sangat membantu dalam bersinergi dengan pemerintah desa untuk melakukan verifikasi data dan pencatatan calon pekerja migran Indonesia.

Ia mengingatkan bahwa baru-baru ini Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat merilis Laporan Perdagangan Orang (TIP report) tahun 2021 yang menempatkan Indonesia pada tier 2.

"Posisi ini tidak berubah dari laporan tahun lalu. Yang berbeda adalah laporan tahun ini cukup banyak memuat informasi dan narasi tentang kasus Awak Kapal Perikanan Indonesia migran yang menjadi korban kerja paksa dan perdagangan orang di kapal ikan Tiongkok," ungkapnya.

Laporan tersebut, sejalan dengan laporan Fishers Center yang menyebutkan sepanjang tahun 2020, terdapat 40 laporan pengaduan yang dilakukan awak kapal perikanan kepada Fishers Center dan 64,32 persen merupakan kasus awak kapal perikanan Indonesia yang bekerja di kapal ikan luar negeri.

Ia berpendapat bahwa banyaknya kasus awak kapal perikanan migran Indonesia menunjukan masih lemahnya perlindungan yang mereka dapat. Perlindungan tersebut berawal dari keterbatasan informasi, sistem rekrutmen awal sebelum bekerja, pada saat bekerja, bahkan setelah mereka selesai bekerja.

Field fasilitator DFW Indonesia untuk proyek SAFE Seas, Januar Triadi mengatakan bahwa awak kapal perikanan merupakan pekerjaan yang rentan dan beresiko tinggi. "Mereka rentan tereksploitasi dan terjebak penipuan, pemalsuan dokumen, kontrak kerja, upah yang tidak dibayarkan, dan waktu kerja yang panjang," katanya.

Oleh karena itu, ujar dia, upaya perlindungan awak kapal perikanan perlu dilakukan pada tingkat desa atau berbasis masyarakat melalui kampanye dan edukasi pada wilayah yang menjadi basis dan kantong awak kapal perikanan.

"Sejak awal tahun 2021, kami mendorong terbangunnya sistim perlindungan awak kapal perikanan berbasis masyarakat melalui pembentukan kelompok kader pelindungan awak kapal perikanan di desa Kramat, Kecamatan. Kramat, kabupaten Tegal, Jawa Tengah," kata Januar dan menambahkan, kelembagaan kelompok kader tersebut tertuang melalui SK Kades Kramat No 04/02/2021 yang dikeluarkan pada 23 Februari 2021.

Ketua kelompok kader pelindungan awak kapal perikanan desa Kramat, Sopan mengatakan bahwa saat ini kelompok kader desa Kramat berjumlah 12 orang yang berasal dari berbagai unsur masyarakat. "Kelompok kader merupakan perwakilan awak kapal perikanan, keluarga ABK AKP, karang taruna, PKK, pemerintah desa/kelurahan, RT/RW, serta warga yang peduli pada isu kerja paksa dan perdagangan orang," kata Sopan.

Sopan mengatakan pihaknya telah melakukan sosialisasi dan edukasi perlindungan ABK pada kegiatan-kegiatan di desa seperti pada rapat PKK, pengajian desa, membuat materi kampanye pelindungan AKP pada khotbah sholat Jumat.

Seperti diketahui SAFE Seas Project yang didukung oleh Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat (USDOL) berupaya memperkuat perlindungan awak kapal perikanan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk mendorong rantai pasokan yang adil dan transparan dalam industri perikanan di antara sektor swasta dan pemerintah. SAFE Seas Project bekerja sama dengan Yayasan Plan Internasional Indonesia dan Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia sebagai mitra pelaksana.

Baca juga: DFW galakkan sosialisasi pencegahan kerja paksa awak kapal perikanan
Baca juga: DFW: 35 WNI awak kapal perikanan meninggal di luar negeri
Baca juga: Indonesia-Korsel tingkatkan perlindungan awak kapal perikanan
Baca juga: Menaker akui adanya ABK Indonesia terjebak perbudakan modern di laut

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021