Jakarta (ANTARA) - Atlet perempuan telah berjuang lama dan keras mendapatkan hak untuk memilih apa yang mereka kenakan saat bertanding di Olimpiade, dan di Olimpiade Tokyo semakin banyak atlet dan penggemar yang angkat suara dan mengambil tindakan terhadap isu tersebut.

Dari lebih dari 30 perempuan yang bermain bulu tangkis, Rabu, termasuk PV Sindhu dari India dan Tai Tzu Ying dari Taiwan, sekitar dua pertiganya mengenakan celana pendek, sementara yang lain mengenakan skort, dress dan rok, dan salah satunya mengenakan hijab.

"Saya beruntung bisa memakai apa pun yang kita mau," kata Sindhu, peraih medali perak tunggal putri Olimpiade Rio yang mengenakan dress biru saat mengalahkan Cheung Ngan Yi dari Hong Kong 21-9, 21-16, dikutip dari Reuters, Kamis.

Baca juga: Sindhu rasakan tekanan dalam Olimpiade

Soraya Aghaei Hajiagha dari Iran, bersama dengan pelatihnya, mengenakan dress, legging dan hijab dalam pertandingannya dengan He Bing Jiao dari China.

Pebulutangkis Iran Soraya Aghaei Hajiagha dalam pertandingan melawan He Bingjiao dari China, Rabu (28/7/2021). (ANTARA/ REUTERS/Leonhard Foeger).

Rok dan skort -- celana pendek longgar yang terlihat seperti rok dari depan -- juga merupakan pilihan populer di kalangan pemain, termasuk Lianne Tan dari Belgia dan Nozomi Okuhara dari Jepang.

Pada Minggu, tim senam wanita Jerman mengenakan setelan yang menutup seluruh tubuh dalam kualifikasi untuk menyuarakan kebebasan memilih pakaian dan mendorong perempuan untuk memakai apa yang membuat mereka merasa nyaman.

Sementara, tim bola tangan pantai putri Norwegia didenda 1.500 euro pekan lalu karena mengenakan celana pendek, bukan bawahan bikini, dan dianggap membahayakan "citra olahraga yang ideal," menurut Federasi Bola Tangan Eropa dan Federasi Bola Tangan Internasional.

Aturan menyatakan bahwa bawahan bikini harus memiliki lebar maksimum 10 sentimeter dan memiliki "kesesuaian dan potongan yang rapat ke atas".

Sekitar satu dekade yang lalu, menjelang Olimpiade London 2012, beberapa pejabat di Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) mendapat kecaman karena aturan serupa yang mengatakan perempuan harus mengenakan rok untuk membuat olahraga lebih "feminin" dan "menarik" bagi penggemar dan sponsor. Namun, aturan itu dibatalkan sebelum Olimpiade.

"Kalau dipikir-pikir, kami mengambil jalan yang salah, tetapi kami telah belajar dari itu dan begitu juga dengan pabrikan kami,” kata Nora Perry, juara dunia dua kali dan anggota dewan BWF, yang sponsornya termasuk Adidas dan Yonex.

"Yonex telah menerimanya karena ada banyak gadis Korea dan China yang tidak mau memakai rok."

Perry, yang memiliki lebih dari 75 gelar internasional dalam kompetisi individu, mengungkapkan ketika dia bermain pada tahun 80-an, gaya busana saat itu mengenakan rok dan dress dengan "semacam renda di bawahnya."

Pebulutangkis Denmark Mia Blichfeldt mengenakan skort dalam pertandingan melawan Linda Zetchiri dari Bulgaria, Rabu (28/7/2021). (ANTARA/REUTERS/Leonhard Foeger).
Pebulutangkis Indonesia Gregoria Mariska Tunjung dalam pertandingan melawan Lianne Tan dari Belgia, Rabu (28/7/2021). (ANTARA/REUTERS/Leonhard Foeger).

"Sangat menyenangkan bahwa suara wanita terdengar," kata pemain Inggris Kirsty Gilmour.

"Saya pribadi tidak merasa nyaman dengan rok jadi saya suka pilihan short shorts, celana long shorts; Tai Tzu Ying suka atasannya tanpa lengan."

"Kami beruntung kami tidak merasakan tekanan pada penampilan kami."

Baca juga: IOC setujui sistem baru kualifikasi bulutangkis untuk Olimpiade Tokyo

Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2021