"Kami harus menimbang atau memilih prioritas untuk meningkatkan hubungan kedua negara yang kegiatan-kegiatannya masih terbatas dan belum sesuai dengan apa yang kami harapkan," kata Dubes Caroline dalam wawancara dengan ANTARA di Kedutaan Besar Suriname, Jakarta, Kamis.
Ia menjelaskan bahwa anggaran yang terbatas menyebabkan aktivitas pertukaran antara pelaku bisnis dan mahasiswa, misalnya, belum berjalan maksimal.
Dalam wawancara itu, ia juga menyebutkan Suriname yang merupakan negara berkembang di Amerika Latin belum memiliki banyak perwakilan di luar negeri, tiga di antaranya di Indonesia, Belanda dan Amerika Serikat.
Walau masih terbatas, ia mencoba meningkatkan hubungan bilateral kedua negara khususnya antara lain melalui kunjungan pejabat dan seniman, pameran di Jakarta atau di Paramaribo dan pembentukan kota kembar Kota Yogya-Commewijne.
Dubes itu juga berupaya menjembatani tantangan tersebut dengan berbagai hal antara lain menggunakan Internet untuk meningkatkan minat akan Indonesia di masyarakat Suriname atau sebaliknya karena keduanya memiliki ikatan budaya.
Menurut dia, hubungan bilateral selama ini berdasarkan ikatan antarmanusia karena 20 persen dari 500.000 penduduk Suriname merupakan keturunan Jawa.
Etnis tersebut berasal dari migran pekerja asal Pulau Jawa 120 tahun lalu saat Suriname merupakan wilayah kolonial Belanda.
Kebanyakan budaya Jawa masih bertahan hingga sekarang dan sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Suriname yang multi budaya dan etnik.
Sejumlah warga keturunan Jawa menduduki posisi sebagai menteri, diplomat, pengusaha dan aktivis lembaga swadaya masyarakat.
Selain itu Dubes Caroline menyebut produk-produk dari Indonesia seperti kosmetik, batik, teh dan mie instan telah cukup dikenal di kalangan masyarakat Suriname.
"Namun produk dari Indonesia belum ada yang dapat dikirim langsung ke Suriname karena masih lewat pihak-pihak ketiga," kata Dubes itu.
Ketika ditanya soal statistik perdagangan kedua negara, ia mengaku belum memiliki angkanya karena kesulitan dalam mendata volume dan nilai perdagangan kedua negara.
Di bidang pariwisata, katanya, turis Suriname masih fokus ke Eropa, terutama Belanda, tetapi pada 4-5 tahun terakhir mulai memperluas ke Amerika dan Asia.
Jarak yang jauh dan biaya yang tinggi merupakan tantangan untuk memajukan pariwisata setempat, tetapi Dubes Caroline menjelaskan Suriname membuat produk pariwisata bersama dengan negara-negara tetangganya ke dalam satu paket.
"Kami membuat produk bersama dengan Brazil, Venezuela dan Karibia untuk menyediakan satu paket wisata supaya turis dapat melancong ke tiga negara dengan biaya lebih murah," kata Dubes yang sudah hampir empat tahun di Jakarta.
Ia menjajaki kerja sama antara Suriname Airline dan Garuda untuk mempermudah layanan udara.
Di bidang pendidikan, sebanyak dua orang Suriname terdaftar sebagai mahasiswa yang belajar tarian di Bandung dan belajar ilmu kimia di Solo.
Namun sejauh ini belum ada mahasiswa Indonesia yang belajar di Suriname karena perbedaan bahasa yang digunakan, yaitu bahasa Belanda, jelasnya.
(IFB/B010)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010