Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI), Nia Umar mengingatkan pentingnya dukungan dari berbagai pihak mulai dari tenaga kesehatan hingga pemerintah agar para ibu mampu dan mau menyusui bayi mereka.
"Untuk ibu mampu menyusui perlu didukung berbagai pihak seperti penyedia fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan. Kompetensi dan pengetahuan tenaga kesehatan terkait menyusui sangat penting agar ibu bisa terus dan mau menyusui anaknya," kata dia dalam konferensi pers via daring yang digelar AIMI, Rabu.
Dukungan juga diperlukan dari tempat bekerja ibu (apabila dia bekerja) termasuk mengenai cuti maternitasnya, dukungan pemerintah melalui melalui kebijakan-kebijakan yang memberikan perlidungan kepada para ibu agar bisa dan mampu menyusui.
Baca juga: Ibu tak mau menyusui bisa timbulkan dampak ekonomi
Baca juga: Ibu tetap bisa menyusui walau positif COVID-19, ini tipsnya
Terkait perlindungan menyusui di tempat kerja, pemerintah sebenarnya sudah memiliki regulasinya yakni melalui yaitu UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 36/2009 tentang Kesehatan, dan Peraturan Bersama 3 Menteri tentang Peningkatan pemberian ASI selama waktu kerja di tempat kerja, serta UU No. 49/1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Aturan ini memungkinkan ibu mempunyai pegangan untuk mendapatkan haknya. Seorang ibu yang tidak mendapatkan haknya untuk memerah ASI atau menyusui bayinya dapat melakukan pendekatan, pemberian pemahaman mengenai pentingnya ASI kepada pihak manajemen atau pimpinannya. Para Ibu juga bisa memperjuangkan hak menyusui lewat serikat pekerja.
Walau begitu, menurut Wakil Ketua Umum AIMI, Farahdibha Tenrilemba, masih ada tantangan dalam implementasinya ditambah promosi produk pengganti ASI sehingga menyebabkan ibu belum bisa mendapatkan perlindungan seperti seharusnya.
"Tantangan dan hambatan yang ternyata datang dari sekitar semisal pasangan dan keluarga, tempat bekerja, sistem kesehatan baik petugas kesehatan maupun fasilitasnya, serta pemerintah yang menciptakan regulasi sehingga terciptalah lingkungan ramah menyusui," kata dia.
Terkait pemasaran produk pengganti ASI, AIMI pada Mei lalu menyelesaikan sebuah laporan yang memuat berbagai bentuk pelanggaran pemasaran produk dari masyarakat. Data diambil dari seluruh media digital dan media sosial selama periode Pandemi COVID-19 (April 2020-April 2021).
Mengenai laporan ini, Nia mengatakan pentingnya meningkatkan kepedulian masyarakat dalam melihat dan mengawasi pelanggaran yang terjadi.
"Laporan ini juga dibuat sebagai referensi dan advokasi kepada pemerintah dan pemangku kebijakan nasional maupun internasional untuk menginisiasi langkah-langkah riil dalam melindungi menyusui, dan mengawal pelanggaran pemasaran produk pengganti ASI yang terjadi secara besar-besaran dikala pandemi COVID-19," demikian kata dia.
Baca juga: Tips aman menyusui saat ibu terpapar COVID-19
Baca juga: Haruskah ibu positif COVID-19 berhenti menyusui?
Baca juga: Tips menyusui kembali setelah ibu dan bayi terpisah karena COVID-19
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021