"Dari sejumlah pabrik gula, di antaranya Pabrik Gula Rendeng, mengaku sebenarnya musim giling akan berlangsung sampai akhir November 2010. Akan tetapi pasokan terlambat akibat cuaca," kata Kepala Seksi Bina Pasar Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jateng, Antonius, di Semarang, Rabu.
Antonius menjelaskan akibat hujan deras, aktivitas menebang tebu terganggu dan mengakibatkan biaya tebang tebu yang semula Rp3.000 hingga Rp4.000 menjadi Rp9.000 hingga Rp11 ribu.
"Pengambilan tebu dari sawah membutuhkan biaya tinggi. Truk juga tidak bisa keluar dan masuk (ke area sawah, red.) jika hujan deras, akibatnya harga gula pasir menjadi naik," katanya.
Sementara itu, rendemen juga menurun. Di Pabrik Gula Trangkil, rendemen pada tahun 2009 rata-rata 6,98 persen menjadi 5,7 persen pada tahun 2010 sampai tanggal 15 Oktober ini. Sementara di Pabrik Gula Rendeng dari 7,15 persen sekarang ini hanya 5,9 persen.
Untuk harga lelang gula berada di kisaran Rp9.075 per kilogram sampai Rp9.150 per kilogram. Untuk harga gula di tingkat distributor dalam partai besar Rp9.600 per kilogram. Akan tetapi untuk harga eceran Rp10 ribu per kilogram.
"Di tingkat distributor dalam partai besar satu sak (50 kilogram) harganya Rp480 ribu. Akan tetapi kalau harga gula eceran lima kilogram atau 10 kilogram harganya lebih mahal," katanya.
Harga gula di lima pasar tradisional di Kota Semarang berkisar Rp10.300 per kilogram hingga Rp10.700 per kilogram.
Rabu (20/10), Tim Disperindag bersama instansi terkait melakukan tinjauan ke sejumlah pabrik gula dan distributor di sejumlah daerah di Jateng.
Stok gula pasir hingga akhir September 2010 tercatat 105.350,383 ton. Dari angka tersebut, stok gula impor sebanyak 30.308,07 ton dan sisanya lokal atau produksi Jateng.
Kebutuhan gula untuk konsumsi Jateng rata-rata 29.578 ton per bulan, sehingga stok gula pasir diperkirakan masih cukup hingga awal Januari 2011. (ANT/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010