Tanjungpinang (ANTARA News) - Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Riau Nur Syafriadi menantang Fraksi Partai Keadilan Sosial untuk bersama-sama membongkar kasus penyalahgunaan anggaran daerah yang terindikasi sebagai perbuatan korupsi.
Nur Syafriadi yang dihubungi dari Tanjungpinang, Ibu Kota Kepulauan Riau (Kepri), Rabu, juga meminta pejabat pemerintahan yang merasa pernah ditekan oleh oknum anggota dewan, segera melaporkan permasalahan itu kepada dirinya agar dapat diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Jadi permasalahan itu bisa diketahui dan dicari jalan penyelesaiannya, bukan hanya berdasarkan sumber informasi yang tidak jelas," kata Nur yang telah dua periode menjabat sebagai Ketua DPRD Kepri dari Partai Golkar.
Nur yang juga Ketua Badan Anggaran DPRD Kepri mengaku belum pernah mendengar dan melihat kepala dinas memberikan sejumlah uang kepada oknum anggota dewan sebagai tanda ucapan terima kasih karena telah meloloskan kegiatan tertentu yang menggunakan anggaran daerah.
Ia juga mengaku baru mendengar ada oknum kepala dinas memberikan sejumlah uang kepada oknum anggota dewan karena merasa tertekan.
"Saya tidak pernah mendengarnya. Tetapi saya juga tidak tahu jika permasalahan itu terjadi di luar sepengetahuan saya," ungkapnya.
Menurut Nur, penyuapan kepada oknum anggota dewan dapat terjadi jika dinas tidak profesional dalam menyusun rencana kerja. Selama ini banyak dinas yang mengajukan anggaran kegiatan yang tidak masuk di akal, bahkan tergolong kegiatan yang tidak dibutuhkan masyarakat.
Contohnya, kegiatan yang hanya membutuhkan anggaran Rp100 juta, digelembungkan menjadi Rp200 juta sehingga membutuhkan lobi khusus untuk meloloskan kegiatan tersebut. Lobi itu yang berpeluang menimbulkan perbuatan korupsi.
"Kami menilai baru satu dinas yang menyusun anggaran secara rasional dan dibutuhkan oleh masyarakat. Kegiatan seperti itu tentu saja disetujui pihak legislatif tanpa harus melakukan lobi khusus," ungkapnya.
Sementara anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Provinsi Kepri Suryani mengaku beberapa kali mendapat tawaran berupa uang puluhan juta rupiah dari oknum kepala dinas maupun melalui rekan kerjanya.
"Ada calo anggaran, namun sulit dibuktikan secara hukum," ungkap Suryani yang juga anggota Badan Anggaran DPRD Kepri.
Suryani menyatakan, uang yang diberikan oknum kepala dinas tersebut diduga berasal dari anggaran untuk kegiatan fiktif. Selama dua periode mengabdi di dewan, lebih dari lima kali kepala dinas memberi uang.
"Saya tolak karena merasa tidak berhak menerimanya," ujar Suryani yang juga anggota Komisi II DPRD Kepri itu.
Kadang-kadang, kata dia, uang itu tidak langsung diberikan kepala dinas, melainkan melalui oknum anggota dewan, yang bersikap seperti seorang calo. Proses negosiasi berlangsung melalui telepon seluler atau pun pertemuan langsung.
Pemberian uang itu tidak disertai bukti, dan juga saksi. Karena itu, sulit untuk menindaklanjutinya, kata Suryani yang juga anggota Badan Anggaran DPRD Kepulauan Riau (Kepri) tersebut.
"Kami tahu itu adalah perbuatan gratifikasi yang memenuhi unsur korupsi. Namun jika kami menyerahkan uang itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, maka kami akan kehilangan akses di DPRD Kepri," katanya.
Calo anggaran terjadi karena kepentingan oknum eksekutif dan legilatif. Oknum anggota DPRD Kepri merasa telah berjasa dalam proses hingga pengesahan APBD, padahal itu merupakan tugas mereka.
"Mereka merasa berjasa sehingga merasa berhak menerima uang dari oknum kepala dinas," katanya. (NP/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010