Jakarta (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan perbuatan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara yang mengambil keuntungan saat terjadi pandemi COVID-19 merupakan perbuatan tercela dan ironi.
"Perbuatan terdakwa yang mengambil keuntungan dari pengadaan bansos sembako COVID-19 di Kementerian Sosial yang dipimpinnya ini merupakan perbuatan yang sangat tercela dan suatu ironi di tengah penderitaan masyarakat kecil yang terkena dampak ekonomi dari pandemi COVID-19," kata JPU KPK Ikhsan Fernandi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Juliari Batubara dituntut 11 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bantuan sosial sembako COVID-19 di wilayah Jabodetabek.
Selain pidana badan, Juliari juga dituntut untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp14.597.450.000 subsider 2 tahun penjara dan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun sejak Juliari selesai menjalani pidana pokoknya.
Baca juga: Juliari Batubara dituntut 11 tahun penjara
"Apalagi terdakwa selaku menteri sosial seharusnya mengawasi pengawasan bansos sembako yang diperuntukkan untuk masyarakat kecil agar dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya," tambah jaksa.
"Tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa ini tentu sangat memprihatinkan kita semua karena dalam kondisi perekonomian masyarakat yang sulit dan susah sebagai dampak meluasnya penyebaran pandemi COVID-19, di sisi lain ada pihak-pihak yang mengambil keuntungan dalam pelaksanaan bansos sembako dari pemerintah kepada masyarakat," jelas jaksa.
Jaksa berharap Juliari mendapat hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.
"Tentunya kita berharap adanya keadilan dan hukuman yang setimpal kepada terdakwa atas perbuatan yang dilakukannya tersebut," ungkap jaksa.
Baca juga: Juliari Batubara jelaskan pembahasan usulan penyedia bansos sembako
Dalam perkara ini Juliari P Batubara selaku Menteri Sosial RI periode 2019-2020 menurut JPU KPK terbukti menerima uang sebesar Rp1,28 miliar dari Harry Van Sidabukke, sebesar Rp1,95 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja serta uang sebesar Rp29,252 miliar dari beberapa penyedia barang lain.
Tujuan pemberian suap itu adalah karena Juliari menunjuk PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude yang diwakili Harry Van Sidabukke, PT Tigapilar Agro Utama yang diwakili Ardian Iskandar serta beberapa penyedia barang lainnya menjadi penyedia dalam pengadaan bansos sembako.
Uang suap itu, menurut jaksa diterima dari Matheus Joko Santoso yang saat itu menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan Bansos Sembako Periode April-Oktober 2020 dan Adi Wahyono selaku Kabiro Umum Kemensos sekaligus PPK Pengadaan Bansos Sembako COVID-19 Periode Oktober-Desember 2020.
Uang "fee" sebesar Rp14,7 miliar, menurut JPU KPK sudah diterima oleh Juliari dari Matheus Joko dan Adi Wahyono melalui perantaraan orang-orang dekat Juliari, yaitu tim teknis Mensos Kukuh Ary Wibowo, ajudan Juliari bernama Eko Budi Santoso, dan sekretaris pribadi Juliari Selvy Nurbaity.
Baca juga: Juliari akui Kemensos undang beberapa artis saat rapat pimpinan
Matheus Joko dan Adi Wahyono kemudian menggunakan "fee" tersebut untuk kegiatan operasional Juliari selaku Mensos dan kegiatan operasional lain di Kemensos seperti pembelian ponsel, biaya tes "swab", pembayaran makan dan minum, pembelian sepeda Brompton, pembayaran honor artis Cita Citata, pembayaran hewan kurban hingga penyewaan pesawat pribadi.
Juliari akan mengajukan nota pembelaan pada Senin, 9 Agustus 2021.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021