jangan sampai karena adanya percepatan ini membuat kita gegabah mengambil sikap, terlebih tanah Papua ini memiliki tanah kawasan hutan yang begitu luas
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengutamakan pemetaan kontekstual di Papua dalam upaya fokus menggarap percepatan kesejahteraan di wilayah tersebut.
Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN Surya Tjandra dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Rabu, mengatakan hal tersebut sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Surya Tjandra menjelaskan bahwa ada empat fokus utama dalam Inpres Nomor 9 Tahun 2020, di antaranya Percepatan pelaksanaan reforma agraria yang mempertimbangkan kontekstual papua, mendorong kepastian hukum Hak Atas Tanah melalui penataan batas dan publikasi batas kawasan hutan dan non hutan, pendaftaran tanah ulayat dan adat sesuai hasil inventarisasi masyarakat adat setempat, fasilitasi pertanahan masalah hukum terkait tanah ulayat, serta pelaksanaan major project percepatan pembangunan khususnya di wilayah adat Lapago, Jayapura, dan Merauke.
Surya Tjandra mengatakan bahwa pihaknya mencoba memulai dari pelaksanaan reforma agraria yang mempertimbangkan kontekstual Papua. Menurutnya, penting untuk melakukan sebuah pemetaan spasial dan sosial dilakukan terlebih dahulu.
“Hal ini menjadi krusial karena menjadi pondasi langkah-langkah kerja mulai dari perencanaan, ke mana arah tata ruang, potensi hingga bagaimana tantangan yang ada, jangan sampai karena adanya percepatan ini membuat kita gegabah mengambil sikap, terlebih tanah Papua ini memiliki tanah kawasan hutan yang begitu luas. Pembangunan berdasarkan distrik (kecamatan) dan kampung (desa) juga memang yang diharapkan oleh Presiden sesuai Inpres tersebut,” katanya.
Surya Tjandra mencontohkan salah satu Program Strategis Nasional (PSN) Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang dinilainya banyak tantangan di tanah Papua. Tahun ini, pihaknya sedang mengevaluasi kinerja PTSL sehingga meski terdapat patokan dari pemerintah pusat, namun juga perlu melihat PTSL berdasarkan konteksnya di daerah.
“Tentu mimpi besarnya kan seperti di Inpres itu, yakni pengakuan dan perlindungan dengan jaminan negara terkait masyarakat adat setempat. Jika tidak hati-hati tentu nanti dapat menimbulkan masalah baru,” kata dia.
Oleh karena itu, menurut Surya Tjandra, program percepatan ini membutuhkan kerja sama dan kolaborasi dari berbagai kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah hingga otonomi khusus (otsus). Wamen ATR melihat banyaknya dukungan dari pemerintah daerah di Provinsi Papua maupun di Provinsi Papua Barat.
“Pemda di Papua dan Papua Barat aktif dan peduli dengan orang asli Papua. Dalam hal ini, kita sebagai Pemerintah Pusat harus belajar dari daerah terkait bagaimana bentuk pengembangan serta kebutuhan masyarakat,” kata Surya Tjandra.
Direktorat Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN tengah menggarap sistem Penataan Agraria berkelanjutan dan inklusif. Surya Tjandra memaparkan bahwa nantinya akan ada gambaran besar terkait proses input, pelaksanaan dan output. Sementara dalam aspek pelaksanaan, akan dimulai dari penataan aset atau legalisasi aset, penatagunaan tanah dan penataan akses yang bertujuan sebagai pemberdayaan masyarakat. Nantinya, kegiatan ini akan bekerjasama dengan lembaga terkait seperti Kementerian Koperasi dan UKM, dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
“Output akhirnya tentu tanah untuk kemakmuran rakyat, ada kepastian hak yang jelas serta adanya kemakmuran dari tanah tersebut bagi rakyat,” kata Surya Tjandra.
Baca juga: KSP: UU Otsus Papua akselerasi kemajuan kesejahteraan
Baca juga: Wapres dan Menkopolhukam bahas percepatan kesejahteraan Papua
Baca juga: Tokoh: Revisi UU Otsus untuk kesejahteraan rakyat Papua
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021