Serpong, 20/10 (ANTARA) - Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata mengatakan, sebagai menteri yang tugasnya melakukan koordinasi riset, dirinya sudah melakukan tugas dengan sebaik-baiknya dan sudah pada jalurnya.
"Saya tentu tidak bisa menilai diri saya sendiri, tapi saya sudah berusaha sebaik-baiknya untuk rapor saya, sejauh ini perasaan saya sudah `on the track`," katanya di Serpong Banten, Rabu.
Pernyataan itu dikatakan Menteri menjawab wartawan tentang kinerjanya setelah membuka International Conference on Materials Science and Technology (ICMST) 2010 di Serpong.
Menurut dia, Kementerian Riset dan Teknologi (KRT) tidak memiliki laboratorium dan tidak melakukan penelitian dan pengembangan, karena fungsinya hanya mengkoordinasi lembaga-lembaga riset agar para aktor riset bisa berkolaborasi dalam inovasi dan meningkatkan daya saing.
"Yang punya lab dan melakukan riset misalnya Batan (Badan Tenaga Nuklir Nasional)," katanya sambil menambahkan bahwa penilaian kinerja dilakukan oleh Presiden, sedangkan dirinya hanya berusaha di bidang tugasnya.
Selama setahun ini, ujar dia, pihaknya sudah mendisain konsep panggung inovasi dengan membangun Sistem Inovasi Nasional (Sinas) dan Sistem Inovasi Daerah (Sida) tempat di mana para aktor yakni peneliti, akademisi, swasta, pemerintah dan masyarakat berkolaborasi.
"Kita juga sudah membuat konsorsium untuk memperkuat industri pertahanan, pangan dan ICT (Teknologi Informasi dan Komunikasi). Kami juga terbitkan temuan-temuan tahun ini dalam buku tentang "102 inovasi" yang jurinya dari kalangan pengusaha," katanya.
Untuk memunculkan bibit-bibit inovasi unggul, tahun ini KRT memberi insentif total Rp100 miliar untuk 300 proposal kelompok peneliti sehingga terjadi kompetisi berinovasi serta Rp550 miliar beasiswa bagi 300 peneliti.
"Mudah-mudahan tahun depan angkanya bisa ditingkatkan lagi," katanya.
Potensi sumber daya manusia Indonesia sebenarnya cukup besar di mana menurut World Economic Forum (WEF) ranking Indonesia dalam indikator inovasi ada di peringkat 36 pada 2010 yang menunjukkan adanya kemampuan litbang mengembangkan teknologi.
"Sayangnya kemampuan inovasi ini kurang dibarengi penyerapan oleh industri di mana kesiapannya masih sangat rendah. Indonesia hanya di posisi 91, yang berarti hasil penelitiannya kurang bermanfaat," katanya.
Indonesia saat ini sudah ada pada tahapan transisi dari kategori "factor-driven" sedang memasuki kategori negara dengan ekonomi "efficiency-driven".
"Kita harap kita mampu terus maju menjadi negara berbasis `innovation-driven`, suatu ekonomi yang dibangun atas dasar iptek yang bernilai tambah tinggi," katanya.
(D009/S019)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010