"Kita sudah sampaikan surat ke MA, hanya tinggal jadwal persidangan dan bisa saja bulan depan digelar. Komnas PA berharap MA mengeluarkan fatwa, bahwa rokok adiftif," kata Koordinator Perlindungan dan Penguatan Aliansi Komnaspa Indonesia Hery Chariansyah kepada wartawan di Padang, Kamis.
Hary mengatakan itu, usai konfrensi pers tentang "Bahaya Tembakau Terhadap Anak" diselenggarakan Lembaga Perlindungan Anak (LPA), Komnas PA dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (KB) Provinsi Sumbar.
"Sebenarnya kalau kita kompilasi dari hukum yang ada berkaitan dengan rokok, secara jelas mengatakan rokok zat adiftif, tetapi belum ada bahasa hukum yang tepat," katanya.
Justru itu, salah satu upaya dilakukan Komnas PA saat ini meminta MA, agar mengeluarkan fatwa tentang rokok adalah adiftif.
Upaya lain, kata Hery, Komnas PA akan melakukan upaya yudical review UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Pekan ini akan dimasukan ke MK. Intinya, kita melarang penyiaran iklan rokok," katanya.
Sebab, iklan rokok juga salah satu faktor mendorong anak-anak untuk merokok, karena selalu dikaitan dengan masa remaja sepeti maco dan gaul.
Selain itu, harapan Komnas PA pada Ijtima` Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang akan berlangsung selama 24-26 Januari 2009 di Kota Padang Panjang, Sumbar, bisa melahirkan fatwa-fatwa tentang perlindungan terhadap anak.
Perlindungan terdahap anak bisa dalam bentuk larangan menjual rokok pada anak-anak serta larangan merokok bagi perempuan hamil.
Lebih jauh disampaikan Koodinator Total Bend itu, pada UU 23/2003 tentang Perlindungan Anak, didefinisi anak seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk yang dalam kandungan.
Sehingga setiap anak, siapapun mereka, berhak memperoleh perlindungan terhadap segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi hak-haknya.
Berdasarkan konverensi Hak-hak Anak dan UU Perlindungan Anak, kata Hery, hak dasar anak meliputi, Nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak dan hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkebangan serta penghargaan terhadap pendapat anak.
Dia juga mnyinggung, data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2006 yang diselenggarakan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization, WHO) terbukti jika 24,8 persen anak laki-laki dan 2,3 persen anak perempuan usia 13-15 tahun di Indonesia adalah perokok, sekitar 3,2 persen dari jumlah tersebut telah berada dalam kondisi ketagihan atau kecanduan.
Kondisi ini, hampir terjadi diseluruh wilayah Indonesia, karena selama ini secara nasional telah memberikan toleransi soal rokok.
"Kondisi anak-anak Indonesia yang merokok, bahkan usianya makin muda dan jumlahnya terus menunjukan peningkatan tiap tahun, sehingga makin mengkhawatirkan generasi bangsa mendatang," katanya.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009
Lagi pula perlu diingat bahwa merokok adalah keinginan pribadi seseorang dan yang bisa menghentikan kebiasaan merokok itu bukan siapa2 tapi pribadi itu sendiri.