Bogor (ANTARA News) - Guru Besar Fakultas Pertanian yang juga pakar ilmu lingkungan Institut Pertanian Bogor, Prof Dr Surjono Hadi Sutjahjo MS, Selasa, mengemukakan, pembangunan jalan poros tengah timur atau jalan poros Jonggol yang digagas Pemerintah Kabupaten Bogor, jangan sampai "bias urban."

Saat dihubungi ANTARA, Prof Surjono Hadi Sutjahjo MS mengutarakan, kebijakan pembangunan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, cenderung "bias urban", yaitu berdampak pada tergerusnya sektor pertanian dan terganggunya lingkungan sebagai konsekuensi kebijakan yang ditempuh.

Kebijakan pembangunan, semisal pembangunan jalan tol atau jalan raya, kerap berdampak pada perubahan dan peralihan fungsi lahan.

Kawasan yang semula hijau sebagai daerah resapan air, hutan lindung atau pusat penghasilan pertanian unggulan, biasanya berubah menjadi pusat properti yang menawarkan gaya hidup serba moderen dan menggerus budaya serta potensi lokal wilayah setempat.

Prof Surjono Hadi Sutjahjo merujuk pada pengembangan Jalan Tol Jakarta - Cikampek yang berdampak pada alih fungsi lahan yang semula sebagai lumbung padi nasional yang sangat subur dan produktif menjadi kawasan industri, golf, wisata hingga permukiman.

"Pembangunan di negara-negara berkembang cenderung bias urban. Semoga kekhawatiran ini tidak terjadi dalam implementasi megaproyek poros Jonggol," kata Surjono Hadi Sutjahjo.

Prof Surjono Hadi Sutjahjo yang juga nara sumber tetap bidang lingkungan pada salah satu stasiun televisi swasta nasional mengemukakan, Pemkab Bogor perlu berhati-hati dalam mengembangkan gagasan poros Jonggol.

Jalan poros Jonggol dirancang untuk memadukan tata ruang dan sistem transportasi regional Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Cianjur. Wilayah Bogor, Cianjur, Bekasi dan Jakarta, akan lebih terhubung oleh infrastruktur lalu lintas yang rencananya akan diluncurkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 20 Desember.

Kawasan yang akan dilintasi jalan Poros Jonggol merupakan kawasan hutan lindung, pusat penghasil produk pertanian daerah dan memiliki sumberdaya alam yang kaya serta masih alami.

Bila kebijakan pembangunan jalan poros Jonggol tidak memperhatikan aspek-aspek tersebut, Prof`Surjono khawatir ke depan kekayaan sumberdaya alam Bogor tersebut akan berubah sebagai kawasan niaga yang komersil, sehingga berdampak pada alih fungsi lahan.

Saat ini Pemerintah Kabupaten Bogor tengah mengajukan izin ke Kementerian Kehutanan, agar dapat melepas kawasan hutan lindung maupun hutan produksi yang akan dilalui proyek jalan sepanjang 42 km tersebut.

Guna menghindari dampak buruk dari kebijakan yang akan ditempuh, Prof Surjono menyarankan agar Pemkab Bogor mengadakan kajian yang mendalam baik dari lingkungan, geologi maupun perencanaan tata ruang wilayah.

Analisa mengenai dampak lingkungan yang dilakukan harus bersifat terpadu, sehingga pembangunan jalan poros Jonggol tidak "bias urban" atau kontra produktif dengan semangat mewujudkan pembangunan berbasis pertanian dan pedesaan.

Selain menyarankan pentingnya kajian AMDAL, Prof Surjono juga mengharapkan agar Pemkab Bogor melakukan pengawasan yang ketat pascapembangunan jalan tersebut, agar tidak terjadi alih fungsi lahan dan pelanggaran terhadap RTRW yang telah dibuat. (ANT-053/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010