Lhokseumawe (ANTARA News) - Delapan pegawai negeri sipil jajaran Pemerintah Kabupaten Aceh Utara menjalani persidangan perdana di Pengadilan Negeri Lhokseumawe, Selasa, dengan dakwaan melakukan tindak pidana korupsi pengadaan mobil dinas bupati dan wakil bupati 2007.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sadri SH, didampingi hakim anggota Azhari SH MH dan M Jamil SH tersebut dihadiri seluruh terdakwa, namun dua di antaranya, yakni Amiruddin Yusuf (50) dan Ahmad Ridhwan (41) tanpa didampingi penasehat hukum.
Tapi terdakwa Amiruddin, Kepala Bahagian Perlengkapan Setdakab Aceh Utara selaku Kuasa Pengguna Anggaran pada tahun 2007 dan
Ahmad Ridhwan, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yang juga Ketua Pemeriksa Barang mengaku sudah menyewa pengacara yang akan mendampingi mereka pada sidang berikutnya.
Selanjutnya, enam terdakwa lainnya yaitu Faisal (31), Usman (37), Syahabuddin (44), Fadhil (37), M Nasir (50), selaku pemeriksan barang dan M Faisal (35) sebagai penerima barang.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lhokseumawe Syahril SH dan Fakrillah SH dalam dakwaan menyatakan, perkara korupsi itu muncul berawal dari kegiatan pengadaan sejumlah mobil dinas untuk Pemkab Aceh Utara tahun 2007 dengan pagu anggaran Rp1,2 miliar.
Pada 6 Juni 2007, sebut Syahril, saksi Mahdi Ibrahim (44), selaku Direktur CV Tanzi (dilakukan penuntutan terpisah dalam perkara yang sama-red) mengajukan surat penawaran kepada panitia pengadaan barang dan jasa untuk pekerjaan dua mobil keperluan operasional bupati dan wabup senilai Rp748 juta.
"Pada 25 Juni 2007, Amiruddin selaku Kuasa Pengguna Anggaran dan Mahdi sebagai rekanan meneken kontrak pekerjaan pengadaan dua mobil itu. Sampai batas waktu penyelesaian pekerjaan," ujarnya.
Pada 24 Juli 2007, Mahdi belum menyelesaikan pekerjaan sebagaimana kontrak. Hal ini diketahui oleh Amiruddin, tapi tidak mengenakan denda dan sanksi terhadap rekanan sebagaimana ketentuan berlaku, kata Syahril.
Selanjutnya, kata Syahril, pada 26 Oktober 2007 bertempat di kantor Bupati Aceh Utara, Ahmad Ridwan selaku Ketua Panitia Pemeriksa Barang menerima dua mobil Fortuner yang diserahkan disertai Surat Tanda Coba Kendaraan (STCK) atas nama Fauzi Muhammad dari Umi Zukriani, staf PT Dunia Barusa. Akan tetapi, penyerahan dua mobil tersebut tanpa BPKB dan STNK.
Atas dasar penyerahan dua Fortuner itu, panitia pemeriksa barang membuat berita acara yang tidak benar tertanggal 23 Juli 2007 yang diteken Ahmad Ridwan sebagai Ketua Pemeriksa Barang dan anggota panitia pemeriksa barang Faisal, Usman, Syahbuddin Fadhil, dan M Nasir.
Kedua mobil itu diserahkan Ahmad Ridwan kepada M Faisal selaku penerima barang. Lalu, M Faisal membuat berita acara yang tidak benar tertanggal 23 Juli 2007, jelas Syahril.
Menurut dia, terdakwa Amiruddin dan Ahmad Ridhwan tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagaimana mestinya untuk menghindari denda yang dikenakan terhadap Mahdi atas keterlambatan pekerjaan yaitu Rp37,4 juta.
"Akibat perbuatan para terdakwa merugikan keuangan negara Rp37,4 juta dari harga borongan Rp748 juta untuk pekerjaan pengadaan dua mobil itu," katanya.
Perbuatan para terdakwa diancam pidana dalam pasal 3 Jo pasal 18 UURI No.31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI No.20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Menanggapi dakwaan tersebut, penasehat hukum lima terdakwa, Muzakir menyatakan pihaknya akan mengajukan eksepsi karena keberatan dengan hal itu.
Selain delapan pegawai Pemkab Aceh Utara yang menjadi terdakwa dalam perkara ini, juga ada Mahdi Ibrahim selaku Direktur CV Tanzi, rekanan pengadaan dua mobil mulai disidangkan sejak Kamis (7/10).
Mahdi mengikat kontrak dengan Pemkab Aceh Utara telah menarik uang Rp669,8 juta dari kas daerah. Tapi tidak melengkapi BPKP dan STNK kedua mobil tersebut. (ANT-137*BDA1/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010