“Masih banyaknya angka pernikahan dini dan pekerja anak saat ini menunjukkan bahwa belum semua anak Indonesia terlindungi..."

Jakarta (ANTARA) - Peneliti bidang sosial The Indonesian Institute Nisaaul Muthiah menyebut pengasuhan dan perekonomian keluarga menjadi faktor penyebab utama terjadinya kawin anak dan munculnya pekerja anak.

Menurut Nissaul perlu adanya refleksi ulang, karena realita menunjukkan belum semua anak Indonesia saat ini terlindungi, mengingat bahwa tema Hari Anak Nasional tahun 2021 adalah "Anak Terlindungi, Indonesia Maju."

“Masih banyaknya angka pernikahan dini dan pekerja anak saat ini menunjukkan bahwa belum semua anak Indonesia terlindungi. Meningkatnya kedua permasalahan tersebut memiliki kaitan erat dengan cara pengasuhan dan kondisi ekonomi keluarga.” ujar Nisaaul dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2020 diketahui pada 14.169 orang tua menunjukkan, dari total responden tersebut, hanya 33,8 persen orang tua yang sudah mendapat informasi mengenai pengasuhan anak yang berkualitas. Artinya, mayoritas orang tua belum mengetahui cara pengasuhan anak yang berkualitas.

Lalu, terkait dengan kondisi ekonomi keluarga, menurut Nisaaul, biasanya anak yang menjadi pekerja anak dikarenakan orang tua/keluarga mereka tidak mampu secara ekonomi, sehingga meminta anak untuk bekerja agar pendapatan keluarga bertambah.

Begitu pula dengan pernikahan dini. Tidak sedikit orang tua yang memaksa anak perempuan mereka untuk menikah dini dengan tujuan untuk meringankan beban keluarga.
Baca juga: Dispensasi kawin anak meningkat tiga kali lipat pada 2020
Baca juga: Menkes sebut sosial budaya salah satu faktor pendorong perkawinan anak

Maka dari itu, Nisaaul menyatakan bahwa untuk menangani kedua hal tersebut, kuncinya adalah perbaikan pola asuh dan peningkatan kondisi ekonomi keluarga.

“Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) beserta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak harus melakukan sosialisasi mengenai pola pengasuhan yang berkualitas, terutama di daerah yang memiliki permasalahan pernikahan dini dan pekerja anak. Kedua pihak tersebut perlu bekerja sama dengan perangkat desa di daerah setempat.” ujar Nisaaul.

Selain itu menurut Nisaaul, Kementerian Keuangan dan Kementerian Sosial harus bekerja sama untuk meningkatkan jumlah bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), serta lebih mengefektifkan program tersebut. Hal ini sangat penting mengingat bahwa PKH berfokus pada peningkatan pendidikan dan kesehatan anak.

"Dengan jumlah bantuan PKH yang besar, harapannya adalah agar anak tidak perlu mencari tambahan pendapatan karena kebutuhan sekolah dan kesehatannya tercukupi," kata Nisaaul.

Dismping itu, Nisaaul menyatakan apreasianya untuk berbagai pihak yang telah berupaya memberikan perhatian pada kemajuan pembangunan anak.

“Karena usaha berbagai pihak tersebut, laporan UNICEF tahun 2020 menunjukkan adanya beberapa kemajuan dalam proses pembangunan anak. Diantaranya yakni menurunnya jumlah kematian bayi dan anak, serta meningkatnya angka tamat sekolah di semua jenjang. Saat ini, 95 persen anak sudah menamatkan pendidikan dasar, ujar. Nisaaul.
Baca juga: SAMINDO: Pakai dalil agama untuk promosi kawin anak adalah penyesatan
Baca juga: Alissa Wahid: Anak ingin kawin karena terjebak romantisme perkawinan

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021