Washington (ANTARA News) - Amerika Serikat dan Pakistan pada minggu ini akan mencoba memperbaiki hubungan mereka yang rawan krisis setelah usaha terbaru AS untuk menarik dukungan rakyat negara itu mengalami kemunduran.
Pejabat senior dari kedua negara pada Rabu mengadakan "dialog strategis" suatu inisiatif yang dilakukan AS pada awal tahun ini untuk memperlihatkan AS lebih peduli pada Pakistan ketimbang Afghanistan.
Namun kerja sama jadi diragukan saat bulan lalu Pakistan menutup jalur darat utama untuk pasokan militer Afghanistan lewat Khyber Pass, bentuk kemarahan setelah satu helikopter NATO membunuh setidaknya dua tentara Pakistan.
Pakistan kembali membuka pintu penyeberangan setelah 11 hari, sesudah AS menyampaikan permintaan maaf secara resmi atas kecelakaan tersebut yang oleh NATO secara resmi disebut sebagai kecelakaan karena ketidakjelasan perbatasan.
Insiden helikopter itu terjadi setelah AS yang menyadari berkembangnya paham anti-Amerika di Pakistan, melakukan tindakan kemanusiaan besar-besaran untuk membantu korban banjir terburuk di negara tersebut.
Menteri Luar Negeri Shah Mehmodd Qureshi yang mewakili Pakistan dalam pembicaraan, memuji bantuan tersebut tapi mengatakan hubungan kedua negara mengalami "langkah mundur" karena serangan helikopter dan serangan tanpa henti AS yang ditujukan pada para gerilyawan.
"Kami bagian dari sekutu, bukan satelit," kata Qureshi pada Senin di Harvard University. "Kami harus melindungi perbatasan kami --Anda harus menghormati kedaulatan kami."
"Anda harus menyadari harga politik yang Anda bayar di Pakistan dan harga yang dibayarkan pemerintahan saya sebagai rekan Anda karena serangan yang terus-menerus di wilayah kami hampir setiap hari," ungkapnya.
"Bila serangan tanpa korban tidak terlalu sulit untuk dipahami oleh warga kami, namun tindakan helikopter NATO yang menewaskan tentara Pakistan baru-baru ini di Pakistan sangat mengganggu," jelasnya.
Pembicaraan selama tiga hari berujung pada dialog antara Qureshi dan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton pada Jumat.
Qureshi mengatakan AS dapat meningkatkan hubungan dengan membicarakan isu yang selama ini masih belum jelas --seperti persetujuan perdagangan bebas, diskusi mengenai kerja sama nuklir untuk kepentingan sipil bersamaan dengan pakta kerja sama AS dengan saingan Pakistan, India, atau menekan India mengenai perseteruan di wilayah Kashmir.
Kebanyakan analis mempertimbangkan isu-isu tersebut sebagai daftar permohonan Pakistan akan menjadi target jangka panjang saat ini karena perhatian publik di AS juga memburuk terhadap Islamabad.
Senat AS telah berulang kali mengkritik Pakistan, menuduhnya melakukan permainan ganda dengan menjaga hubungan dengan Taliban Afghanistan dan menunjukkan sikap tidak berterima kasih atas bantuan AS saat Pakistan kesulitan.
Kongres AS tahun lalu menyetujui paket rencana lima tahun senilai 7,5 milyar dolar untuk membangun sekolah, infrastruktur, dan insitusi demokratis di Pakistan, memutuskan bahwa pembangunan adalah benteng terbaik melawan gerakan garis keras Islam.
Survei yang dilakukan Pew Research Center pada Juli menemukan kalau sekitar 17 persen rakyat Pakistan memiliki pandangan yang baik mengenai AS.
Terlepas dari semua pemberitaan, Dan Felman, deputi perwakilan khusus untuk Afghanistan dan Pakistan mengatakan ia telah melihat "perubahan yang sangat signifikan" dalam pemberitaan media Pakistan mengenai AS sejak bencana banjil.
Feldman berharap AS dapat menjaga momentum tersebut.
"Saya pikir kita dapat menunjukkan kalau kita tidak hanya berada di sana saat krisis, tapi juga untuk waktu yang panjang, dan semoga hal itu dapat mengubah persepsi rakyat Pakistan," kata Feldman.
Walau demikian, kelompok Campaign for Innocent Victims in Conflict, suatu kelompok yang membela korban perang dan bermarkas di AS mengingatkan untuk tidak meremehkan dampak dari serangan terus-menerus yang dilakukan AS.
Chritopher Rogers yang melakukan wawancara selama satu tahun dengan penduduk Pakistan yang selamat dari perang mengatakan jumlah korban sipil hampir pasti lebih banyak dari yang diakui oleh para pejabat --dan mereka yang bertahan juga hanya mendapat sedikit atau bahkan tidak menerima bantuan.
"Legitimasi yang didapat oleh negara Pakistan di wilayah konflik adalah kunci stabilitas dan keamanan untuk waktu yang lama," kata Rogers. "Korban sipil, terutama mereka yang tidak ketahuan, menimbulkan kerugian serius untuk usaha itu."
AFP/KR-DLN/H-RN
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010